Pada tahun 1980, Kim Man-Seob adalah seorang duda yang bekerja sebagai sopir taksi di Seoul. Suatu hari, dia tidak sengaja mendengar sopir taksi lain berbicara mengenai orang asing yang telah memesannya untuk perjalanan senilai 100.000 Won (atau sekitar 565 USD). Orang tersebut bermaksud untuk melakukan perjalanan dari Seoul ke Gwangju untuk hari itu dan kembali ke Seoul sebelum jam malam. Man-Seob yang mendenger hal ini bergegas pergi menjemput sang klien sebelum orang sopir taksi yang asli yang dipesan orang asing tersebut datang.
Orang asing tersebut bernama Jürgen “Peter” Hinzpeter, seorang jurnalis Jerman Barat yang ingin melaporkan kerusuhan yang terjadi di Gwangju. Karena sensor ketat, wartawan asing dilarang memasuki negara itu. Peter berpura-pura menjadi misionaris untuk masuk ke Korea Selatan. Man-seob bertemu Peter di tempat penjemputan dan membujuknya untuk naik ke taksinya sebelum dan berangkat ke Gwangju sebelum sopir taksi yang asli datang menjemput.
Sesampainya di daerah perbatasan Gwangju, kedua pria itu menemukan bahwa semua jalan menuju Gwangju diblokir dan dijaga ketat oleh tentara. Man-seob mencoba meyakinkan Peter bahwa mereka harus kembali ke Seoul, tetapi Peter menolak untuk membayar 100.000 won kecuali mereka mencapai Gwangju.
Mereka berhasil memasuki kota setelah mereka berbohong kepada para tentara bahwa Peter adalah seorang pengusaha yang memiliki urusan bisnis di Gwangju. Di Gwangju, mereka menemukan bahwa semua toko tutup dan jalanan sepi.
Di dalam kota, Peter mulai merekam keadaan sekitar dengan kameranya. Tak lama, kedua pria tersebut bertemu dengan sekelompok mahasiswa yang sedang mengendarai truk pickup. Pemimpin grup, Yong-pyo, mengundang Peter naik. Mereka juga berteman dengan siswa yang pandai berbahasa Inggris, Jae-sik.
Man-seob memutuskan untuk kembali ke Seoul, ia tidak mau taksinya dirusak dalam kerusuhan. Di perjalanan pulang, ia melihat wanita tua yang menghentikan taksinya. Ia merasa kasihan pada seorang wanita tua yang mencari putranya itu dan dia membawanya ke rumah sakit setempat untuk mencari putranya. Putra wanita itu ternyata Yong-pyo, yang berada di rumah sakit dengan luka ringan.
Bertemu di rumah sakit, Peter dan para mahasiswa memarahi Man-seob karena keegoisannya dengan meniggalkan mereka dan membawa barang berharga milik Peter. Para sopir taksi di rumah sakit menolak untuk membiarkan Peter membayar Man-seob sampai dia memenuhi perjalanan yang disepakati, yaitu ke Seoul ke Gwangju dan kembali lagi ke Seoul.
Man-seob setuju untuk membawa Peter dan Jae-sik —yang sekarang menjadi penerjemah Peter— melalui Gwangju. Pengunjuk rasa yang mengetahui ada reporter asing datang dengan senang menyapa dan memberi makanan kepada Man-seob dan penumpangnya.
Sesampainya di lokasi konflik, Peter merekam kejadian di sana dengan kameranya. Peter merekam adegan kekerasan dan menyaksikan tentara memukuli pengunjuk rasa. Petugas Defense Security Command (DSC) berpakaian preman yang melihat Peter merekam kerusuhan akhirnya bergerak untuk menangkap Peter. Ketiga pria itu menghindari penangkapan, dan berhasil lolos.
Malam itu, dalam perjalanan pulang, setelah mengantarkan Jae-sik pulang ke rumah, taksi Man-seob mogok dan mereka bertemu dengan Tae-soo, salah satu pengemudi taksi setempat. Tae-soo menarik taksi ke tokonya untuk diperbaiki semalaman. Man-seob yang tidak bisa pulang karena telah melewati jam malam menjadi tertekan karena putrinya yang masih kecil sendirian di rumah dan dia tidak dapat menghubunginya karena saluran telepon Gwangju telah terputus. Tae-soo mengizinkan ketiga orang tersebut untuk menginap di rumahnya dan bermalam.
Saat makan malam, mereka mendengar ledakan dan menemukan bahwa stasiun televisi yang barusan mereka tonton telah dibom. Mereka menuju ke sana dan Peter merekam kekacauan itu. Tak lama, para petugas mengenali Peter dan mengejar ketiga pria itu. Jae-sik teertangkap demi menyelamatkan rekaman kerusuhan. Sebelum dia dibawa pergi oleh petugas, dia berteriak agar Peter membagikan rekaman itu kepada dunia.
Dalam pelariannya, Man-seob diserang oleh pemimpin Petugas DSC berpakaian preman, yang menuduhnya sebagai komunis. Peter menyelamatkan Man-seob dan kedua orang itu lari kembali ke rumah Tae-soo.
Saat fajar, Tae-soo memberikan pelat nomor Gwangju palsu kepada Man-seob agar ia bisa kembali ke Seoul karena para tentara sekarang mencari taksi Seoul. Sendirian meninggalkan Peter, Man-seob berkendara ke kota terdekat, Suncheon. Di sana dia tidak sengaja mendengar laporan tentang peristiwa di Gwangju; media secara keliru mengklaim bahwa kekacauan itu disebabkan oleh “kelompok-kelompok nakal dan perusuh” yang sengaja datang dan mengacau di Gwangju.
Diliputi rasa bersalah Man-seob kembali ke rumah sakit di Gwangju untuk menemukan Peter. Di rumah sakit ia menemukan Peter sedang shock dan Tae-soo yang menangisi mayat Jae-sik. Melihat hal ini, Man-seob mengingatkan Peter tentang janjinya untuk menunjukkan kepada dunia apa yang terjadi di Korea Selatan dan mendorongnya untuk terus merekam semua kejadian.
Mereka memfilmkan jalan di mana tentara tanpa ampun menembaki warga sipil. Man-seob dan pengemudi taksi lainnya menggunakan kendaraan mereka untuk menghalangi tentara agar tidak dapat menembaki warga sipil. Tetapi para tentara terus menembak, dan kedua pria itu akhirnya memutuskan untuk kembali ke Seoul untuk menyelamatkan rekaman kerusuhan mereka.
Man-seob pergi menuju Seoul namun harus berhenti di perbatasan Gwangju karena tentara yang menjaga. Kepada para tentara, Man-seob mengatakan bahwa dia sedang menjauhkan kliennya yang merupakan pengusaha asing dari kerusuhan. Seorang tentara kemudian menggeledah mobil dan menemukan pelat nomornya dari Seoul. Namun, dia tetap diam atas penemuan itu dan membiarkan mereka pergi. Tak lama kemudian, para prajurit kemudian menerima perintah untuk tidak membiarkan orang asing keluar perbatasan Gwangju. Karena informasi tersebut, para tentara mengejar taksi tersebut dan menembaki mereka.
Berhasil selamat dari para tentara, Man-seob dan taksinya dikejar oleh petugas DSC dengan mobil. Ditengah keputusasaan, mereka diselamatkan oleh supir taksi Gwangju, yang menabrak kendaraan militer untuk mengalihkan perhatian tentara. Sopir taksi yang lain diduga tewas dalam pengejaran, dan Tae-soo sebagai sopir terakhir akhirnya mengorbankan dirinya agar Man-seob dan Peter berhasil melarikan diri dengan selamat.
Kedua pria itu berhasil mencapai bandara dan mereka saling mengucapkan perpisahan yang emosional. Peter meminta nama dan nomor telepon Man-seob agar dia bisa menghubungi Man-seob saat dia kembali ke Korea Selatan untuk berkunjung setelah kerusuhan mereda. Man-seob ragu-ragu tetapi kemudian menulis nama dan nomor teleponnya di buku catatan Peter. Di Seoul, Man-seob dengan gembira akhirnya bertemu kembali dengan putrinya.
Di negaranya, Peter membagikan rekamannya dengan atasannya dan beritanya tersebar ke seluruh dunia. Sekembalinya ke Korea, ia mencari Man-seob namun diberitahu bahwa nama “Kim-Sa-bok” dan nomor telepon yang dicarinya tidak ada dan bukan sopir taksi yang sedang ia cari.
23 tahun kemudian, Peter menerima penghargaan di Korea Selatan atas laporannya tentang Pemberontakan Gwangju. Dalam pidatonya, ia mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada “Kim Sa-bok” dan berharap dapat bertemu dengannya lagi suatu saat nanti. Man-seob, yang masih menjadi sopir taksi, membaca artikel surat kabar tentang pidato dan pencapaian Peter termasuk kata-kata terima kasihnya kepadanya. Man-seob kemudian hanya bisa bergumam bahwa dia lebih berterima kasih kepada Peter dan bahwa dia juga merindukannya.
Dalam epilog film, ditampilkan rekaman asli dengan Peter yang mencoba mencari sopir taksi yang membawanya melalui Gwangju, tetapi dia meninggal pada tahun 2016 sebelum mereka dapat bertemu lagi. Film diakhiri dengan cuplikan dari Peter yang asli, yang mengucapkan terima kasih kepada “Kim Sa-bok”.
Film ini sangat menyentuh dan menggambarkan bagaimana keadaan Korea pada kerusuhan tahun 1980 di Gwangju. Dengan genre Drama dan Aksi serta diangkat dari kisah nyata, film ini cocok ditonton bersama keluarga dan sebagai film penuh untuk mengisi kebersamaan.
Saya akan memberikan nilai 9/10 untuk film ini. Para penonton dapat merasakan kesal kepada tokoh utama karena orientasinya pada uang dan sekaligus sedih karena keadaan yang memaksanya. Namun kekesalan penonton berubah ketika sang sopir taksi menaruh kepercayaan pada Peter dan menjadi sahabat dalam kesusahan.