“Ngapain sih sekolah tinggi-tinggi, toh ending-nya juga cuma di dapur?”
Pasti tak asing lagi bagi kita mendengar kalimat demikian, terlebih kaum hawa yang kerap menjadi objek sasaran sarkasnya perkataan orang-orang yang selalu memandang rendah kaum wanita.
Harga diri wanita seperti tidak dianggap oleh masyarakat, karena yang orang pikirkan tentang wanita pasti hanya berhubungan dengan pekerjaan rumah yang menjadi kewajiban mereka.
Sebab memang sudah sejak dari dulu stereotip seorang wanita adalah mengurus anak dan pekerjaan rumah.
Masyarakat yang masih memiliki pikiran kolot berpikir bahwa tidak perlu bagi kaum wanita untuk menempuh pendidikan yang tinggi, karena itu bertentangan dengan tradisi dan budaya yang sudah ada dari zaman dulu, di mana nantinya seorang wanita hanya tinggal di rumah saja sambil mengurus keluarga.
Seakan-akan semua urusan rumah tangga merupakan kewajiban seorang wanita, dan laki-laki tidak memiliki kewajiban sama sekali untuk mengurus rumah tangga.
Padahal pendidikan merupakan hak bagi seluruh instrumen masyarakat, baik bagi kaum laki-laki maupun perempuan semuanya berhak memperoleh pendidikan yang layak.
Namun jika melihat realitanya masih banyak gunjingan-gunjingan yang mengarah pada ketidakperluan seorang wanita untuk mengenyam pendidikan.
Stereotip seperti itu tentunya membuat kaum wanita terlihat lebih rendah jika dibandingkan dengan kaum laki-laki yang stereotip nya bekerja di luar rumah.
Padahal seharusnya kaum wanita pun juga memiliki hak-hak yang sama dengan kaum pria, wanita berhak memperoleh pendidikan yang tinggi, wanita pun juga berhak meraih apa yang menjadi keinginannya.
Lalu bagaimana kaum wanita menghadapi stereotip seperti itu?
Kisah Seputar Pahlawan Wanita Indonesia
Sebaiknya kita perlu menengok kembali pada tahun-tahun perjuangan, di mana pada saat itu dengan gigihnya pahlawan wanita Indonesia memperjuangkan hak-hak wanita, yang pada saat itu ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender masih sangat kental.
Para wanita hidup dengan dikekang oleh tradisi. Setiap wanita yang sudah mulai menginjak usia remaja akan dipingit, dan kemudian dinikahkan.
Hal ini menjadi motivasi bagi R.A. Kartini yang merupakan pejuang emansipasi wanita.
Beliau ingin kaum wanita memiliki kesetaraan dengan kaum pria, dan demi mewujudkan cita-citanya itu, beliau mendirikan sekolah khusus perempuan, di mana di sekolah itu, R.A. Kartini mengajarkan para wanita untuk membaca, menulis, memasak, dan mempelajari berbagai kesenian daerah.
Selain R.A. Kartini, tentu kita tidak boleh melupakan Dewi Sartika yang juga telah memperjuangkan emansipasi wanita dengan mendirikan sekolah khusus wanita yang diberi nama “Sekolah Isteri”.
Di sekolahnya, Dewi Sartika mengajarkan kepada para wanita dan rakyat jelata agar mereka bisa membaca, menulis, dan berbahasa Belanda.
Itu semua dilakukannya supaya kaum wanita menjadi sosok yang cerdas dan terampil serta tidak tertinggal oleh zaman.
Jika kita lihat dari R.A Kartini dan Dewi Sartika, sebenarnya sudah jelas terlihat di sini bahwa seorang wanita yang berpendidikan juga mampu menjadi seorang yang hebat bahkan membawa inspirasi bagi kaum wanita yang lain.
Bahkan kursi kepemimpinan pun juga sangat layak didapatkan oleh seorang wanita yang berpendidikan.
Wanita dan Kepemimpinannya di Masa Lampau
Sebaiknya di zaman yang sudah modern ini sudah seharusnya kita menepis pikiran-pikiran kolot yang terkesan menurunkan derajat wanita, karena yang sebenarnya terjadi, sudah banyak contoh wanita yang dapat melaksanakan tanggung jawab kepemimpinannya dengan baik.
Sebut saja Ratu Sima, beliau merupakan Raja Perempuan di Kerajaan Kalingga yang memerintah tahun 648 Masehi, Ratu Sima dikenal sebagai pemimpin yang adil dan tegas.
Beliau bahkan pernah hampir menjatuhi hukuman mati untuk anaknya yang tidak sengaja menyentuh barang yang bukan miliknya, namun karena seluruh keluarga di istana memohon keringanan hukuman bagi anaknya, akhirnya Ratu Sima memotong kaki anaknya sebagai bentuk keadilan bagi rakyatnya tanpa pandang bulu.
Dalam sejarah kita mengenal Tribhuwana Wijayatunggadewi, yaitu raja wanita majapahit yang dulu pernah berhasil membuat kerajaan majapahit mendapatkan kepercayaan dari rakyatnya, lalu ada Sultanah Nahrasiyah yaitu ratu yang memerintah kerajaan islam samudra pasai.
Dalam kepemimpinannya, beliau juga memperjuangkan hak wanita pada masa itu yang sering disepelekan.
Tentunya masih banyak lagi tokoh-tokoh pemimpin wanita pada masa lalu yang bisa dijadikan contoh dan teladan bagi wanita di masa sekarang.
Karena sesungguhnya wanita juga memiliki kemampuan dalam memimpin seperti halnya laki-laki, hanya saja terkadang stereotip negatif pada wanitalah yang sering menghambat wanita untuk bisa bergerak maju.
Dengan kita memahami gigihnya para pahlawan wanita pada masa itu, mereka yang dengan serba keterbatasan bisa mewujudkan berbagai impian mereka seperti membangun sekolah wanita dan menjadi pemimpin yang adil.
Hal itu mestinya menjadi kekuatan dari dalam diri kaum wanita bahwa mereka juga bisa melakukan suatu hal yang menjadi keinginannya.
Apalagi saat ini zaman sudah berubah, bukan zaman kerajaan atau penjajahan lagi, saatnya kaum wanita berani untuk mendobrak stereotip masyarakat kuno.
Wanita harus berani menghapuskan stereotip negatif yang melekat dalam dirinya.
Kaum wanita harus mampu memperjuangkan hak-hak wanita supaya tidak ada lagi yang namanya penindasan dengan gender sebagai alasannya.
Kaum wanita harus melawan segala ketidaksetaraan gender yang masih sering terjadi, kesetaraan mesti ditegakkan, Segala bentuk ketidakadilan bagi kaum perempuan harus dilawan.