Barangkali anda akan mengernyitkan dahi jika ditanya seperti ini. Atau bisa juga tidak. Sepertinya di negeri ini apa saja bisa dikait-kaitkan dan dimaknai nyaris sesuka hati yang punya penafsiran.
Pemerintah belum lama ini meluncurkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Peraturan ini antara lain mengatur label halal untuk obat keras dikecualikan psikotropika dimulai dari tanggal 17 Oktober 2021 sampai dengan tanggal 17 Oktober 2034. Ini kemudian menjadi pertanyaan, apakah semua obat keras selain psikotropika, seperti narkotika, harus memiliki label halal?
Beberapa bulan ini Mahkamah Konstitusi tengah menggelar rangkaian sidang Judicial Review Undang–undang Narkotika. Sidang terakhir dijadwalkan awal Desember 2021 dan dapat dipantau di secara daring di kanal Youtube Mahkamah Konstitusi. Semoga sidang ini tidak mengikuti jejak durasi sinetron Ikatan Cinta yang menjadi inspirasi sebuah cuitan mantan Hakim Konstitusi yang sempat viral.
Sidang ini digelar karena pemohon Judicial Review merasa terhalangi haknya untuk mendapatkan pengobatan di mana penyebabnya adalah ganja diatur dalam golongan I Narkotika yang hanya boleh digunakan untuk kepentingan penelitian.
Regulasi yang berlaku di Indonesia saat ini memang mengatur narkotika dengan penggolongannya. Dari beberapa golongan, hanya golongan I yang tidak boleh digunakan untuk kepentingan medis.
Regulasi terkait ganja di beberapa negara sebenarnya cukup bervariasi. Ganja legal di Kanada, Swiss, Uruguay, Afrika Selatan, Jamaika dan Georgia sementara statusnya ilegal di Uni Emirat Arab, Jepang, Singapura dan Arab Saudi, setidaknya sampai ada perubahan lebih lanjut karena perubahan penggolongan ganja oleh UNODC (badan narkotika dunia) memicu diskusi terkait legalisasi ganja di berbagai tempat. Tetangga sebelah kita Thailand malah sudah punya inovasi pizza dengan topping ganja.
Israel telah mendukung penelitian ganja medis sejak tahun 90-an dan bahkan sempat disebut sebagai ibukota penelitian ganja dunia. Raphael Mechoulam, professor di Hebrew University, Jerusalem, adalah ilmuwan yang pertama kali mengisolasi THC dan CBD, zat aktif tanaman ganja, pada tahun 1963.

Lalu apakah ganja bisa dilabeli halal?
Dari sudut pandang agama, khususnya Islam, para ulama pada umumnya sepakat melarang penyalahgunaan tumbuhan ganja akan tetapi memperbolehkan penggunaan narkotika untuk kepentingan kesehatan dalam kondisi darurat seperti obat bius dalam operasi. Jamak diketahui juga di beberapa daerah daun ganja dimanfaatkan untuk bumbu masakan khas daerah tersebut.
Analogi yang paling mudah adalah pisau dapat dan boleh saja digunakan untuk memotong sayuran di dapur, namun jika dipakai untuk mengancam di bis-bis kota, maka hukumnya jadi terlarang.
Tetangga sebelah, dalam hal ini Yahudi, sudah menjajaki labelisasi kosher untuk ganja. Makhluk apakah ganja kosher itu? Kosher adalah produk makanan yang diizinkan dalam hukum Yahudi dan secara umum berarti layak dikonsumsi. Aturannya antara lain mengatur pemisahan daging dan produk susu. Namun bukan semata memastikan suatu produk tidak mengandung bahan yang tidak diperbolehkan. Label kosher juga berarti bahwa produk tersebut dibuat di pabrik yang bersih serta higienis.
Untuk mendapatkan sertifikat kosher, fasilitas produksi diperiksa empat hingga enam kali per tahun untuk memastikan kebersihannya. Selain itu semua bahan yang ditambahkan seperti minyak yang digunakan untuk infus juga harus kosher. Dengan demikian, sesuatu dengan label kosher, dapat dikesankan memiliki produk kualitas tinggi, dengan tingkat kemurnian tertentu. Amerika Serikat sudah memiliki produk ganja komersial dengan label kosher.
Jika nanti Mahkamah Konstitusi memutuskan narkotika golongan I boleh digunakan untuk pengobatan, boleh jadi kita akan menemukan ganja dengan label halal. Menyusul kulkas, deterjen, kacamata, jilbab yang sudah lebih dulu hadir.