Hampir 5 Bulan telah berlalu semenjak Zaid Masuk ke dalam penjara. Hal itu dikarenakan tuntutan ekonomi yang semakin berat ia rasakan. Zaid sendiri merupakan seseorang anak muda berusia 21 tahun lulusan SMK di daerah Sumatera Utara dengan segudang cita cita dan impian yang dimilikinya, dia sendiri sangat ingin kuliah akan tetapi semua itu Sirna ketika dia digrebek oleh satuan polisi yang melakukan pencarian terhadap segerombolan pencuri sepeda motor kala itu.
Hal itu ia lakukan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari adik adiknya, ada juga yang masih bersekolah, ibunya seorang penjahit tradisional, sedangkan ayahnya sibuk membiayai istri kedua yang dinikahi ayahnya ketika masih menjadi kondektur Bus Antar Lintas Kota dahulu. Sebenernya pekerjaan haram dan tercela seperti mencuri sepeda motor itu sangat Tak ia sukai, akan tetapi, “mau gimana lagi semua perlu” gumam zaid saat membulatkan tekadnya sebelum mereka memulai aksi mencuri motor malam hari itu di samping sebuah toko swalayan.
“Id, Bulat kau kan, udah bulat tekad mu, jangan setengah tengah pula kau, kalo iya iya kalo gak pulang kau” kata teman nya ketika mereka hendak melancarkan aksinya, “Bulatlah, kau fikir aku main main pula ikut ikutan kayak ginian sama kalian, perlu sama ku duit, belum dibayar uang sekolah adikku, si Garong itu Cuma memikirkan istri keduanya aja dia” jawab zaid sambil mengutuk ayahnya. Seketika itu mereka beraksi menggasak salah satu sepeda motor yang terparkir disamping toko swalayan dengan rampu yang agak redup.
Setelah berhasil melakukan pencurian, dan berbagi hasil penjualan “sepeda motor panas” itu zaid memberikan uangnya kepada keluarganya tanpa berkata apa apa uang itu asalnya darimana, dia hanya memberikannya pada ibunya dan kemudian pergi ke tempat persembunyian mereka. Disana mereka menyusun rencana untuk melakukan aksi berikutnya sampai saat rencana itu masih setengah matang zaid dan kawan kawan sudah dibekuk Satu Regu Polisi.
Bulan pertama, dipenjara rasanya masih biasa saja, bulan kedua pun demikian, bulan ketiga mulai muncul rasa bersalah dan rindu pada keluarganya, hingga memasuki bulan ke lima Zaid merasakan Stress yang luar biasa akibat kebosanan dari aktivitas sehari hari yang hanya itu itu saja. Kehidupan penjara tentu saja bukan sesuatu yang cocok untuknya. Dia hanya seseorang yang ingin merubah nasib hanya saja dengan jalan yang salah. Akan tetapi bukan berarti jadi alasan sebagai pembenaran untuk tindakannya.
Zaid dan kawan kawan di tempatkan di Penjara yang berbeda beda, hal itu dilakukan guna memberikan sanksi sosial yang lebih mendalam kepada mereka. Zaid ditempatkan di sebuah penjara yang berada di lantai 2 disudut ruangan tanpa jendela hanya ada barisan besi yang panjang untuk pengurungnya, diseberangnya hanya ada dinding berwarna abu abu. Zaid sama sekali tidak diperkenankan untuk keluar atau bahkan dia tak memiliki kesempatan melihat lingkungan di luar dinding penjara, dia juga sama sekali tak tau dia berada di daerah mana sebab kesesalannnya yang telah terjerumus ke dalam ranah hukuman pidana.
Namun dibalik lingkungan yang demikian ada satu hal yang membuatnya penasaran, yaitu seorang narapidana yang berada disamping ruangannya, beliau adalah seorang kakek yang sudah parubaya, hal itu dia ketahui dari nada suara dan cara bicaranya. Kakaek tersebut sangat suka bercerita sendiri, mengucapkan syair syair indah namun sulit dimengerti. Baginya itu adalah setitik warna dalam kelamnya kehidupan di penjara. Tak jarang zaid berbincang bincang dengan beliau, sebab hanya dengan beliaulah zaid bisa mempertahankan kewarasannya sebagai manusia.
Zaid sering bertanya pada kakek tersebut bagaimana keadaan dan pemandangan di luar penajara, dengan nada sedikit tertawa gembira kakek tersebut mau menceritakannya kepadanya. Sebab zaid tau bahwa bagian penjara yang dimiliki kakek tersebut memiliki jendela, dan bisa melihat lihat pemandangan dengan leluasa. Kakek itu dengan senang hati bercerita kepada zaid bagaimana kondisi di luar sana, pada suatu hari kakek itu menceritakan tentang seorang wanita cantik yang sedang menjemur pakaian yang baru dicucinya, wanita cantik itu tinggal di rumah yang memiliki 2 lantai disana. “Dia hampir setiap hari selalu menjemur pakaian disitu” sebut kakek tersebut.
Kakek tersebut juga bercerita banyak hal seperti burung burung yang beterbangan, anak anak yang bermain, berlarian kesana kemari tertawa riang gembira, hal itu tentunya membuat zaid sangat rindu pada dunia luar namun dia selalu serius dan senang mendengarkan kakek tersebut menceritakan semuanya karena baginya kakek tersebutlah penyambung mata sekaligus teman sejatinya di dalam penjara.
Suatu ketika zaid pernah bertanya sedikit tentang kehidupan pribadi si kakek itu, akan tetapi kakek itu hanya tertawa sambil mengalunkan syair syair indahnya “Aku hanyalah aku, bukan siapa siapa, berasal dari tempat yang sama denganmu, memakan makanan yang sama denganmu, dan akan kembali pada pencipta yang sama denganmu” ujar kakek tersebut, zaid hanya sedikit tertawa sambil berfikit “mungkin kakek ini telah terlalu jauh masuk ke dalam dirinya sendiri, atau bisa jadi dia tak ingin mengingat masa lalunya” fikir Zaid.
Bulan demi bulan hingga menjadi tahun pun berlalu mereka lalui di dalam penjara, setiap Zaid bertanya perihal kehidupan Pribadi si kakek, selalu jawaban yang sama ia dapatkan yaitu sebuah syair. Setiap kali Zaid rindu pada suasana dunia luar sang Kakek akan menceritakan kepadanya apa yang terjadi di luar sana. Terkadang dengan cerita yang sama namun seringkali dengan cerita yang berbeda. Hingga pada suatu pagi Penjara tersebut terdengar agak riuh dari biasanya ternyata ada salah satu Narapidana yang meninggal.
Zaid yang terbangun kebisingan pun ikut bertanya kepada sipir penjara “Adapa pak, kok ribut kali?” Sipir penjara pun menjawab “ada teman kalian yang meninggal, itu kakek kakek yang disamping ruanganmu” jawab Sipir, Zaid pun terkulai lemas mendengarnya, satu satunya warna yang ia miliki di dalam penjara pun hilang jua. Dengan kuat ia kembali bertanya “Apa Sebabnya pak?” sang Sipir menjawab “Beliau memang sudah tua, Beliau tahanan lama disini, beliau juga Buta, sudah lama tak ada keluarga atau pun sanak saudaranya yang mengunjunginya” kata Sipir penjara.
Zaid hanya tercengang mendengarnya dia tak habis fikir dan tak bisa berkata apa apa, yang ada dalam benaknya, bagaimana beliau bisa menceritakan semuanya padahal dia tak bisa melihat apa apa, bagaimana bisa dia memberikan warna padahal dia juga adalah seseorang yang kelabu. Tak henti henti Zaid merasa heran. Beberapa hari setelah itu Zaid menyadarkan dirinya, meluruskan Niat dan Bertekad melanjutkan hidupnya sebaik baiknya. Terpetiknya pelajaran hidup, Banyak cerita, Syair dan pelajaran hidup yang tak ia sangka sangka dari Penjara yang kelabu.