Warga yang berkunjung ke Manado dinilai kurang lengkap jika belum menikmati Tinutuan atau yang lebih dikenal dengan Bubur Manado. Apalagi, makanan ini terasa lezat, khususnya jika dinikmati saat pagi hari.
Tinutuan merupakan masakan kuliner khas Manado yang terdiri dari berbagai jenis sayuran, seperti kangkung, ubi, labu, jagung, dan sedikit nasi. Tapi tahukah Anda bagaimana sejarah munculnya makanan ini? Berikut Saya kisahkan sejarahnya yang dikutip dari berbagai sumber.
Dalam bahasa Manado, Tinutuan berarti semrawut atau campur aduk, selayaknya tampilan bubur yang diolah dengan cara mencampurkan aneka sayuran ke dalamnya.
Sumber lain mengungkapkan bahwa Tinutuan berasal dari kata dasar Tuutu yang artinya nasi atau bubur. Sehingga secara harfiah berarti ‘dijadikan bubur’. Pada perkembangannya, pengucapannya mengalami perubahan. Bahkan, saat ini ada yang menyingkatnya dengan kata ‘Tinu’ saja.
Pada dasarnya, asal usul kehadiran Tinutuan sebenarnya tidak dapat diketahui secara pasti, baik dalam bentuk legenda maupun yang lainnya. Namun di masyarakat, beredar dua versi tentang sejarahnya.
Pertama, didasarkan pada cerita orang-orang tua. Pada zaman penjajahan Belanda, kondisi perekonomian penduduk sangat rendah, sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga.
Atas dasar itu dan dikombinasikan dengan unsur kreativitas, penduduk saat itu akhirnya mulai memanfaatkan bahan makanan yang ada dan mudah diperoleh di pekarangan rumah, yaitu ubi, labu, daun pepaya, jagung, gedi, kangkung, untuk dicampur bersama sedikit nasi. Mereka mencampur sedikit nasi dengan semua bahan makanan itu, dan akhirnya dimasak secara bersamaan.
Sementara versi lainnya mengisahkan sesuatu yang tak masuk akal bahkan terdengar lucu. Diceritakan pada suatu masa, ada sebuah makanan belum bernama yang ingin disantap tiga orang sahabat.
Makanan itu pun disantap dengan lahap oleh tiga orang tersebut, yang diketahui bernama Tante Tin, Om Utu, dan Tante An. Pada akhirnya mereka bertiga menamai makanan itu dengan Tinutuan yang adalah gabungan nama tiga sahabat itu.
Di luar dari versi sejarahnya, makanan ini sudah mulai ramai diperdagangkan di sejumlah sudut kota Manado sejak tahun 1970.