Amar seorang pria yang menginjak usia kepala tiga, 5bulan lalu ia mengalami kecelakaan parah. Kecelakaan itu menyebabkan dia harus berhenti bekerja selama beberapa bulan, ia tidak memiliki uang sama sekali. Biaya kontrakan nunggak, biaya hidup sehari-hari pun susah ditambah lagi kini Arni istrinya sedang hamil besar dokter bilang dalam kurun waktu 1bulan Arni akan melahirkan.
“bagaimana ini mas aku akan segera melahirkan tapi kita belum memiliki uang sepeserpun.” ucapan yang keluar dari mulut Arni bagaikan kilat yang menyambar tepat ditelinga Amar. Baru 2 minggu ia mulai bekerja namun beban yang harus dia bayar sudah sangat banyak. Gajinya kemarin 2 minggu habis untuk bayar kontrakan, untuk makan saja ia kelimpungan setengah mati. Namun ia selalu berusaha menutupi semua rasa susahnya dari istri tercinta, walaupun sebenarnya tanpa Amar bilang Arni sudah tahu kalau suaminya sangat pusing. Arni adalah istri yang baik ia selalu nurut perkataan suaminya. Bahkan ketika ia masih hamil muda ia rajin berjualan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga kecilnya karena suaminya sakit. Namun setelah perutnya kian membesar ia tak berani berjualan ia takut jika terjadi sesuatu pada anak yang diakndungnya.
“Arni dalam 1bulan aku akan pergi kekota seberang untuk menccari biaya persalinan anak kita.” Arni tersentak kaget mendengar ucapan suaminya. Ia sebenarnya tidak rela jika ditinggal merantau oleh suaminya, ia takut jika sewaktu-waktu terjadi sesuatu pada dirinya. Namun karena himpitan eknomi, dan Amar yang meyakinkannya bahwa Ia akan tetap baik-baik saja akhirnya dia mengizinkan suaminya pergi. Akhirnya amar memutuskan untuk pergi kekota yang tidak jauh dari kampungnya, karena ia berfikir jika ia tetap bekerja dikampungnya dia akan sulit untuk mengumpulkan uang yang cukup. Selama bekerja Amar sering melakukan puasa, berharap bisa menyisihkan uang jatah makan untuk tambahan biaya persalinan. Ia selalu bekerja keras, walaupun dia susah dia tidak pernah mengeluh.
“Ya Allah semoga uangku bisa cukup untuk biaya persalinan Arni.” Amar sangat cemas ia takut jika uangnya tak cukup. Hari ini adalah hari terakhir dia bekerja, ia melakukan segala sesuatu dengan penuh semangat ia sangat bahagia karena sebentar lagi ia akan segera kembali ke rumah. “Hallo selamat siang dengan Pak. Amar, kami dari rumah sakit pak istri bapak akan segera melahirkan bapak tolong segera kemari ya terima kasih, selamat siang.” Suara dari seberang telepon memberitahukan bahwa istrinya akan segera melahirkan ia bergegas untuk pulang dan menjenguk buah hati yang ia nantikan.
“Pak anak kita sudah lahir.” Arni wajahnya begitu pucat karena mengalami pendarahan yang cukup parah. “Tolong jaga anak kita ya pak, aku ingin anak kita menjadi pria dewasa yang kuat seperti bapaknya.” Ucapan Arni sanat terbata-bata nafasnya kian berat air matanya luruh, nafasnya terhenti. Ruang kamar yang mulanya sepi kini bising dengan berbagai aktifitas dokter yang berusaha menyelamatkannya. Amar kian gusar ia sangat frustasi ia tidak tau harus bagaimana lagi.
“ Pak. Amar maaf kami tidak bisa menyelamatkan istri Bapak.”
Air mata tak sanggup terbendung dimata Amar, benteng kekuatannya luruh ia
menangis sejadinya. Ia fikir hari ini akan menjadi hari bahagia bagi dirinya
dan istrinya namun ia salah. Istri yang sangat ia cintai sudah meninggalkannya.
Ia tak tahu harus bersedih atau bahagia saat ini, jiwanya sungguh bimbang tak
tau kemana harus menuju. ” mengapa ketika aku kembali kau malah pergi arni.”