Pria itu bernama Sunandar, sudah belasan tahun ia ditinggalkan oleh istri yang sangat ia cintai. Istrinya pergi meninggalkan dirinya dengan anaknya yang dikala itu masih berusia 5 bulan. Anaknya kini sudah tumbuh menjadi pria dewasa yang tampan dan gagah. Tahun demi tahun ia lewati dan merawat putranya seorang diri, tak terbayang bagaimana sulitnya Sunandar membagi waktu antara pekerjaan dan merawat anaknya. Asri istrinya pergi meninggalkan dirinya karena himpitan ekonomi, ia tidak mampu memenuhi apa yang istrinya inginkan. Sampai sekarang pun keadaan masih sama kehidupannya masih serba terbatas, Segala sesuatu masih serba kekurangan.
“ Aku harus pergi, kamu tidak pernah, bertahun-tahun aku hidup serba kekurangan, kau tidak pernah mencukupi kebutuhanku aku muak aku sudah tidak bisa bertahan lagi denganmu. “ Suara itu begitu nyaring terdengar, penuh dengan Emosi. “ Aku tidak akan mengizinkan kamu pergi, anak kita sangat membutuhkan kamu Asri.” Ucap Sunandar yang berusaha mencegah istrinya pergi. Namun wanita itu tetap kekeh pada pendiriannya, ia tetap pergi meninggalkan Sunandar dan putra mereka. “ Aku tidak lagi memutuhkan izin darimu Sunandar.” Ucap Asri dengan keras dan lekas melenggang pergi meninggalkan Sunandar yang masih tertegun dengan ucapan wanita itu. Tidak hanya itu Asri juga meminta suaminya menceraikan dirinya.
Peristiwa itu selalu terbayang dalam fikiran Sunandar, namun kini ia sadar ia harus bangkit dan tegar menjalani hidup demi putranya. “ Arman, maaf ya nak bapak belum bisa membahagiakan kamu sampai sekarang.” Ucap Sunandar sembari mengusah lembut kepala anaknya yang kini telah berumur 18 tahun. “ Ah sudahlah pak, Arman malah harusnya berterima kasih kepada bapak karena bapak telah merewat dan membesarkan Arman.” Balas Arman tulus.” Yasudah ya pak Arman beragkat kerja dulu.” Pamit Arman. Arman pergi dan tak lupa ia mencium tangan bapaknya. Sunandar sangat bangga terhadap putranya karena putranya sangat nurut dan tidak pernah menuntut apapun dari dirinya.
***
“Arman buktikan kalo kamu cinta sama aku kamu harus ikut aku ke kota dan meninggalkan kampong ini sekarang juga.” Ucap seorang wanita dengan lantang, wanita itu adalah kekasih Arman, ia sangat mencintai wanita itu. Wanita itu menuntut Arman agar ikut dengannya kekota. Awalnya Arman kekeh ingin tetap tinggal dikampung halamannya untuk tinggal bersama bapaknya, namun wanita itu mengancam akan meninggalkan dirinya. Berulang kali Arman meminta untuk dia bisa tinggal disini namun wanita itu tetap kekeh pada pendiriannya. Karena rasa cintanya yang terlalu dalam tehadap wanita itu akhirnya Arman ikut pergi dengan wanita itu, tanpa memberi kabar bapaknya. Entah apa yang membuatnya tega melakakukan hal tersebut, ataukah memang benar bahwa cinta itu buta.
Mereka tinggal dikota dengan segala kemewahannya, tak jarang Arman teringat dengan bapaknya yang berada dikampung. Ia ingin sekali pulang dan menjenguk ayahnya. Wanita itu yang kini telah menjadi istrinya tidak pernah memberikannya izin, apa lagi saat ini wanita itu sedang mengandung. Wanita itu selalu mengancam akann meninggalkan Arman jika dirinya pergi menemui bapaknya dikampung, bayang-bayang perceraian selalu menghantui dirinya. Ia tak pernah menginginkan jika hal yang terjadi pada dirinya terjadi juga pada anaknya nanti. “ Aku udah ingatkanberkali-kali ya mas, kalau kamu sampai melanggar kamu tau akibatnya.” Itulah ucapan yang selalu terpatri dalam pikirannya.
***
“ Dimana kamu sekarang nak apa kamu baik-baik saja, kenapa kamu begitu tega sekarang bapak sudah tidak punya siapa-siapa lagi.” Pria itu tak kuasa menahan tangisnya ia sangat merindukan putra semata wayangnya itu. air matanya luhur membasahi kulit wajahnya yang kini semakin menua. Sudah puluhan tahun anaknya meninggalkan dirinya seorang diri ia selalu teringat ketika istrinya meninggalkannya. Tak pernah terbesit sedikitpun difikirannya jika putranya juga akan meninggalkan dirinya. Pak Sunandar kini hidup seorang diri mengontrak diemperan ibu kota, selama anaknya pergi ia tak diam saja. Ia selalu berusaha mencari anaknya namun hasilnya selalu saja nihil. Setiap hari dirinya berkeliling disekitar kontrakannya menjual jasa sol sepatu, yang hasilnya kadang tak tentu. tak jarang ia diusiri oleh satpam karena dianggap menggangu lingkungan.
Tak jarang beliau sering berputus asa menghadapi nestapa yang selalu menimpa dirinya. Penderitaan bagaikan air yang tak ada henti menghujani dirinya. “ Ya Allah jika ini takdir dari insya Allah hamba ikhlas ya Allah, Hamba mohon jika suatu saat engkau mengambil nyawa hamba tolong pertemukan dahulu hamba dengan anak hamba walau hanya sejenak.” Doa itu yang sering keluar dari mulut Sunandar.