Emo : Sisi Kelam Dunia Musik

Muhammad Zaki

Emo : Sisi Kelam Dunia Musik

Musik adalah bagian dari hidup. Tanpa musik, hidup akan terasa hampa dan membosankan sekali. Hari-hari terasa sunyi, dan monoton tanpa adanya musik. Musik memang diciptakan untuk menemani keseharian manusia dari masa ke masa. Terhitung telah ribuan tahun sejak manusia memukul benda-benda menjadi bunyi-bunyian sederhana sampai pada akhirnya terciptanya alat musik, nada dan vokal.

Musik memang beragam, dan terdapat banyak sekali genre musik yang lahir dari buah pemikiran dari musisi-musisi yang menghasilkan karya terbaiknya. Musik telah mengalami perjalanan panjang, hingga akhirnya menjadi musik yang beragam jenisnya, seperti musik-musik yang kita dengar saat ini.

Berbicara mengenai musik, tak lepas dari kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Bak Romeo dan Juliet, musik takkan bisa dipisahkan di kehidupan sehari-hari. Seseorang bisa sangat mencintai musik dan terbawa di kehidupannya sehari-hari, karena begitu mencintai musik. Seperti sudah menjadi “belahan jiwa”.

Contohnya saja musik . Emo adalah sebuah genre turunan dari Post-Hardcore, yang terbentuk pada pertengahan tahun 80an. Jenis musik Emo ini banyak menggunakan melodi gitar, distorsi gitar yang berat, vokal scream, dan lirik dengan emosi yang meluap-luap.

Emo : Sisi Kelam Dunia Musik
Anak Emo. Sumber : Wallpaper Cave

Umumnya, lagu-lagu Emo bercerita tentang patah hati, putus asa, persoalan cinta yang gagal, maupun kehidupan sosial yang gagal. Memang, kebanyakan dari lagu Emo itu bertemakan “kesedihan” yang meluap-luap. Jadi bisa dibilang, musik Emo adalah musik “cengeng” yang keras dan berdistorsi.

Secara tak langsung, musik Emo menggambarkan perasaan sedih yang dialami si pembuat lagu, karena penggunaan lirik yang penuh dengan emosi yang meluap-luap. Ditambah dengan gaya bernyanyi yang menggunakan teknik Scream, menambah kesan yang begitu dalam. Teriakan-teriakan yang dilontarkan saat bernyanyi, seakan menggambarkan kekecewaan tentang hidup yang telah dijalani. Seakan meraung dan ingin menyerah dengan persoalan yang dihadapi.

Karena suasana lagu Emo yang begitu sedih, sebagian Emo Kids (sebutan untuk penggemar musik Emo) larut dalam suasana lagu Emo yang mereka dengarkan. Bagi mereka, lagu Emo sangat relate dengan kehidupan mereka. Kebanyakan dari mereka (Emo Kids) adalah remaja tanggung, yang pola pikirnya masih sangat sekali rentan. Alhasil, mereka (Emo Kids) terpengaruh dengan lagu-lagu Emo itu sendiri.

Mereka menarik diri dari dunia luar, merasa depresi, putus asa dan cenderung melukai diri sendiri. Semua itu karena mereka mencintai musik Emo. Bagi mereka, musik Emo adalah “sesuatu” yang akan menyelamatkan mereka, sesuatu seperti “juru selamat” yang kehadirannya menyelamatkan umat manusia.

Dikutip dari Vice.com, pada bulan Mei 2008, seorang perempuan berusia 13 tahun yang bernama Hannah Bond, memutuskan mengakhiri hidupnya. Kisahnya menjadi berita nasional, setelah diketahui bahwa dia “terobsesi” oleh My Chemical Romance. Sangat disayangkan, musik yang diciptakan untuk menghibur diri, malahan menjadi sesuatu yang membawa dampak negatif.

Betapa pentingnya membatasi diri pada sesuatu, agar tak terjadi hal yang berlebihan seperti ini. Diperlukannya edukasi dan penyuluhan agar lebih menghargai hidup, dan membantu orang-orang yang mengalami hal tersebut agar bisa “sembuh” dan kembali normal seperti sedia kala.

Mereka (Emo Kids) dipandang sebelah mata oleh sebagian orang, karena gaya hidup dan gaya berpakaiannya yang terlihat “nyeleneh” untuk sebagian orang. Alhasil, mereka lebih banyak dicaci maki, daripada diberi apresiasi.

Mungkin hal ini yang membuat mereka menarik diri dari dunia luar dan lebih banyak menghabiskan waktu mengurung diri. Kematian Hannah Bond bisa menjadi pelajaran, untuk tidak berlebihan dengan obsesi terhadap sesuatu. Memang, segala sesuatu yang berlebihan itu tidaklah baik.

Kini, musik Emo sudah mulai dilupakan. Semua gaya hidup, perilaku yang menggambarkan musik Emo telah ditinggalkan. Mungkin Emo Kids saat itu yang terpuruk, terbawa pengaruh dari musik Emo, kini telah “Move On” dan menjalani hidupnya dengan kembali normal. Terlepas dari sisi negatifnya, musik Emo tetap digandrungi oleh sebagian orang-orang yang bernostalgia dengan musik ini, termasuk saya.

Sumber : https://www.vice.com/id/article/evqx5p/bagaimana-musik-emo-mainstream-membuat-kita-membicarakan-tentang-kesehatan-mental/

Follow Digstraksi di Google News

Baca Juga

Rekomendasi