Emas, berlian, minyak, serta kekayaan sumberdaya alam lainnya merupakan sesuatu yang berharga dan dicari banyak orang.
Namun, siapa sangka alih-alih kekayaan sumberdaya yang seharusnya mampu mensejahterakan manusia itu dalam kenyataannya sering menjadi sumber konflik hingga peperangan.
Kenyataan ini pun telah banyak terjadi di berbagai belahan dunia, bahkan ada yang mengangkatnya ke film.
Salah satu film yang mengangkat peperangan terkait perebutan kekayaan sumberdaya alam berupa berlian ini adalah film berjudul; “Blood Diamond”.
Sinopsis Film Blood Diamond (2006)
Film yang dibintangi oleh Leonardo Dicaprio ini berdurasi 143 menit dengan mengambil latarbelakang pada tahun 1999 di daerah Afrika bernama Sierra Leone, sebuah daerah yang memiliki kekayaan sumberdaya alam berupa berlian.
Berlian yang selama ini selalu diasosiasikan dengan cinta dan kebahagiaan.
Dan paling banyak dicari orang untuk perhiasan, tetapi kenyataannya malah melahirkan peperangan dan konflik antara pemerintah dengan pemberontak bernama Revolutionary United Front atau RUF.
Film yang diangkat dari kisah nyata ini bermula dari seorang kepala keluarga yang bekerja sebagai nelayan bernama Solomon Vandy.
Pada suatu hari ketika Solomon sedang berbincang dengan anaknya, ia dikagetkan dengan kedatangan pemberontak RUF.
Dengan sigap Solomon menyuruh anak dan keluarganya untuk menyelamatkan diri.
Namun, naas Solomon tertangkap oleh pemberontak dan dibawa untuk bekerja di pertambangan berlian ilegal untuk RUF.
Hasil dari pertambangan berlian ini kemudian digunakan pemberontak untuk mendanai perang saudara. Singkatnya dijual untuk membeli senjata.
Pada saat menambang, tanpa sengaja Solomon menemukan berlian merah muda yang langka dan mahal harganya, dengan cepat Solomon kemudian menyembunyikan berlian itu dan menguburnya.
Di saat bersamaan datang seorang bernama Danny Archer (Leonardo Dicaprio) yang merupakan seorang tentara bayaran secara sembunyi-sembunyi menjual senjata kepada RUF dengan bayaran berlian.
Danny sendiri bekerja untuk seorang pimpinan tentara bayaran asal Afrika bernama Kolonel Cotze yang mengirim berlian untuk pengusaha bernama Van De Kaap.
Akan tetapi naas, perbuatan ilegalnya ini diketahui oleh pemerintah Danny pun kemudian ditangkap tentara pemerintah dan dipenjara.
Di penjara itu Danny mendapatkan kabar dari sahabatnya mengenai berlian yang ditemukan oleh Solomon.
Ia pun kemudian berusaha menemukan Solomon untuk dimanfaatkan dalam mendapatkan berlian itu dengan imbalan dipertemukan keluarganya yang sebelumnya berpisah.
Sesudah bertemu dengan Solomon, Danny pun tanpa sengaja juga bertemu dengan Maddy Bowen seorang jurnalis media cetak asal Amerika yang saat itu sedang bekerja di Afrika untuk mengungkapkan kasus penyelundupan berlian terbesar yang dilakukan oleh perusahaan besar asal London bernama Van De Kaap.
Untuk menyelesaikan artikelnya Maddy meminta tolong Danny untuk membantunya, namun Danny menolaknya.
Meski begitu, pada akhirnya Danny mau membantunya. Hal ini bukan tanpa alasan, itu dilakukan Danny demi mendapatkan akses data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setelah kota Sierra Leone dikuasai pemberontak RUF yang membuat anak Solomon ditangkap pemberontak dan dijadikan mesin pembunuh.
Sebagai imbalannya, Danny siap memberikan informasi konflik dan peperang terkait berlian yang dibutuhkan Maddy.
Setelah kesepakatan dicapai mereka bertiga pun, yakni Solomon, Danny, dan Maddy saling bekerjasama untuk menyelamatkan anak Solomon yang ditangkap oleh pemberontak.
Setelah berhasil menyelamatkan anak Solomon, Solomon kemudian memberitahukan dimana dia mengubur berliannya.
Namun, saat menemukan berlian itu, aksi mereka ketahuan oleh Kolonel Cotze. Dengan ditodong senjata Kolonel Cotze pun meminta berlian itu diserahkan kepadanya.
Tetapi sayang saat itu Danny tertembak oleh Cotze, namun Solomon mampu mengelabui serta membunuh Cotze dan berhasil mempertahankan berlian itu.
Dengan bantuan Maddy, Solomon berhasil menukar berlian itu dengan uang dari Van De Kaap.
Dan Maddy secara perlahan mengumpulkan bukti-bukti untuk dijadikan bahan artikelnya.
Hingga berita yang ditulis oleh Maddy ini berhasil menjadi isu internasional.
Pemerintah dari berbagai negara maju pun mulai membahas isu mengenai konflik dan peperangan yang dipicu oleh berlian di Afrika, khususnya daerah Sierra Leone.
Kutukan Sumberdaya Alam
Kisah yang diangkat ini bukan merupakan kisah fiktif seperti kisah Hollywood lainnya. Melainkan benar-benar diangkat berdasarkan kisah nyata.
Dan kisah mengenai berlian itu benar adanya, sebagaimana diungkapkan dalam buku berjudul; “Catatan Pinggir Mosaik Afrika (Tanggapan Terhadap Kumpulan Tulisan Mosaik Afrika Universitas Sanata Dharma, 2016)”, mengungkapkan bahwa; berlian pertama kali ditemukan di Distrik Kono sebuah kota kecil yang berada di Sierra Leone pada tahun 1930-an.
Pada saat itu ketika Inggris datang menjajah Sierra Leone tertarik dengan perusahaan tambang milik pengusaha bernama De Beer.
Tambang milik De Beer ini merupakan perusahaan pengelola dan mengurusi masalah berlian.
Sejak tahun 1980 hampir semua berlian di Sierra Leone diselundupkan dan diperdagangkan secara ilegal (Kurniawan, 2020).
Kala itu Presiden Joseph Momoh telah berusaha membuat regulasi untuk mengurangi penyelundupan dan korupsi di sektor sumberdaya alam berupa berlian ini.
Tetapi karena ketiadaan dukungan politik regulasi itu pun tidak dapat dilaksanakan.
Alih-alih bisa mengatasi, selama tujuh tahun kepemimpinannya keadaan negara malah semakin memburuk.
Puncaknya terjadi pada tahun 1991, ketika pemerintah tidak mampu lagi membayar upah pegawai negeri sipil dan para guru-guru sekolah.
Sehingga membuat Sierra Leone menjadi salah satu negara termiskin di Dunia.
Tentu hal ini melahirkan ketidakpuasan publik kepada pemerintah. Alhasil terbentuklah kelompok pemberontak bernama; “Front Persatuan Revolusioner”, yang dipimpin oleh Foday Sankoh.
Sejak 23 Maret 1991, front ini mulai melakukan aksi dengan kampanye untuk menggulingkan pemerintahan Josep Momoh sekaligus sebagai tanda dari dimulainya perang saudara di Sierra Leone.
Pada aksinya pertamanya front ini berhasil menguasai sebagian wilayah timur dan selatan, yang merupakan ladang utama penghasil berlian.
Dalam melakukan aksinya front ini juga melakukan pembantaian kepada etnis minoritas, dan merekrut anak-anak menjadi prajuritnya.
Tujuan dari semua itu tak lain untuk menciptakan suasana yang saling salah paham yang dapat menimbulkan konflik antar etnis (Kurniawan, 2020).
Kenyataan di atas tentu sangat memprihatinkan, negara dengan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah dan berharga seharusnya dapat mensejahterakan masyarakatnya dan dikelola dengan baik.
Namun, nyatanya tidak demikian. Hal inilah yang dikenal dengan sebutan “kutukan sumberdaya alam” (natural resource curse), yakni sebuah istilah ekonomi yang memperlihatkan suatu paradoks yang dikenal ketika suatu negara memiliki kekayaan sumberdaya alam justru memiliki kesejahteraan masyarakat yang buruk serta pertumbuhan ekonomi yang rendah dibandingkan negara-negara lain.
Paradoks “kutukan sumberdaya alam” ini pertama kali dikemukakan oleh seorang ekonom Inggris bernama Richard Auty (1993) dan dikembangkan oleh Sach dan Warner (1995) serta laporan The World Bank (2006) yang berjudul; “From Curse to Blessing Natural Resources and Institusional Quality” (Pranata, 2015).
Dalam banyak literatur “kutukan sumberdaya alam” biasanya terdiri dari tiga sub-literatur, yakni 1). Hubungan antara sumberdaya alam dan kinerja ekonomi. 2). Hubungan sumberdaya alam dan rezim politik. serta 3). Hubungan sumberdaya alam dan perang saudara.
Dalam tulisan ini hanya diuraikan terkait dengan hubungan sumberdaya alam dengan perang saudara atau konflik sosial.
Sebagaimana yang terjadi di Sierra Leone dan film Blood Diamond, mungkin dua hal lain juga mempengaruhi, namun itu memiliki bahasa lain tersendiri dan panjang.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara sumberdaya alam dan konflik atau perang, sebagaimana ditunjukkan Reynal-Querol (2002) dengan menggunakan sampel 138 negara antara tahun 1960-1995, menemukan bahwa negara dengan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah merupakan variabel yang linier dalam menjelaskan kejadian konflik dan perang (Sholikin, 2020).
Namun, variabel itu mensyaratkan tiga hal yang menjadikan kekayaan sumberdaya alam pemicu terjadinya konflik; 1). Ketergantungan minyak terkait dengan inisiasi (permulaan) konflik. 2). Ada beberapa bukti bahwa ketergantungan minyak dan mineral lebih kuat terkait dengan konflik separatis.
Sedangkan. 3). Berlian, batu permata, emas, opium, dan lain-lain tidak terkait dengan inisiasi konflik, tetapi memperpanjang perang dan konflik yang sudah ada sebelumnya (Ross, 2003).
Dari pengamatan itu dapat dikatakan bahwa kekayaan sumberdaya alam berupa berlian di Sierra Leone telah memperpanjang konflik yang sebelumnya terjadi, yakni ketidakpuasan publik atas kinerja pemerintah.
Sebab selama perang berlangsung antara pemberontak dan pihak pemerintah, berlian telah menjadi aset utama oleh kelompok “Front Persatuan Revolusioner”.
Mereka menguasai daerah pertambangan berlian, dan menjualnya untuk membiayai perang dan pembelian berbagai senjata dari negara tetangga seperti Liberia.
Maka tidak heran jika istilah berlian berdarah dapat disematkan dalam kejadian ini. Kenyataan ini tentu harus menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia.
Mengingat Indonesia yang kaya akan sumberdaya alamnya seharusnya bisa dinikmati semua orang, tetapi kenyataannya justru hanya dinikmati oleh segelintir orang atau pengusaha.
Sedangkan masyarakat harus menderita akibatnya, kekayaan sumberdaya itu juga seharusnya didistibusikan dengan baik dan tidak dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk memperkaya diri atau seperti kejadian di Sierra Leone, dimana kekayaan sumberdayanya berupa berlian digunakan untuk “membiayai” peperangan dan konflik.
Daftar Pustaka
Kurniawan, H. (2020). Catatan Pinggir Mosaik Afrika. Sukabumi: Jejak Publisher.
Pranata, N. (2015). Kutukan Sumberdaya Alam. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) .
Ross. (2003). What Do We Know About Natural Resources and Civil War? Applied Knowledge Services .
Sholikin, A. (2020). Teori Kutukan Sumberdaya Alam Dalam Perspektif Ilmu Politik. MADANI (Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan) Universitas Islam Darul Ulum .