Sekuel ketiga dari Spider-Man versi MCU, baru saja dirilis, pertengahan Desember ini. Sambutan masyarakat dunia sangat luar biasa. Baru beberapa hari setelah dirilis di bioskop-bioskop seluruh dunia, film yang berdurasi 148 menit dan disutradarai oleh John Watts ini, angka pemasukannya bahkan hampir mendekati 1 miliar dollar.
Apa sebenarnya yang menarik? Entahlah, kalau dibilang alurnya bagus, saya agak kurang setuju, karena tentu saja, ada versi Spider-Man yang lain, yang alurnya lebih bagus. Sebagai generasi, yang menikmati Spider-Man versi Tobey Maguaire, trilogi Spider-Man Tobey, yang disutradarai oleh Sam Raimi, bagi saya jelas lebih bermutu jalan ceritanya.
Apalagi ditambah dengan original quote dari Uncle Ben, yang fenomenal itu, yaitu: “With great power, comes great responsibility“. Quote, yang kemudian juga dipakai di film “Spider-Man No Way Home”, sayangnya bukan oleh Uncle Ben, melainkan oleh Aunt May, yang cuma dipanggil “May” saja oleh Peter Parkernya MCU, padahal beliau terhitung adalah orang tua si Peter juga, bibinya, entah dari pihak yang mana, ibu atau ayahnya?
Berulang kali saya bertanya-tanya, ketika menonton film tersebut dalam ruangan bioskop, apa sih yang menarik? Mengapa tiketnya pada habis? Sehingga banyak yang mengantri tiket, tapi tidak kebagian tiket, karena kursi bioskop sudah penuh.
Peter Parker, yang diperankan Tom Holland, jelas sekali sangat ceroboh, berulang kali mengambil keputusan yang keliru, dan melakukan banyak kesalahan. Hal yang salah satunya mengakibatkan ia harus kehilangan orang-orang terdekatnya.Keputusan yang paling keliru, yang diambil oleh Peter Parker dalam film tersebut, sepertinya adalah ketika ia memutuskan untuk melawan takdir, dengan mencuri kotak yang berisikan mantra sihir, milik Doctor Strange.
Awalnya, Doctor Strange, ingin mengembalikan para villain dari semesta lain, yang datang ke semesta mereka, karena mereka kenal Peter Parker, akibat mantra yang dirapal Doctor Strange, yang mulanya bertujuan untuk membuat semua orang lupa bahwa Peter Parker, adalah Spider-Man. Akibat aksi balas dendam Mysterio, yang mengungkap identitas Spider-Man, sebelum ia terbunuh. Aksi yang direkam dengan camera video tersebut, kemudian tersebar ke berbagai media, yang salah satunya adalah Daily Bugle.net, milik Jonah Jameson, yang sangat tidak menyukai Spider-Man, dan selalu mencari celah, untuk mendiskreditkan Spider-Man.
Begitulah kemudian, protes, hujatan, dan dakwaan hukum, menyerang Peter Parker dan orang-orang terdekatnya secara bertubi-tubi. Salah satunya, yang cukup mengecewakan Peter dan kawan-awannya, Ned dan MJ (Michelle Jones), yaitu ketika MIT (Massachusetts Institute of Technology) menolak aplikasi mereka untuk menjadi mahasiswa di sana, akibat keterkaitan mereka dengan kontroversi Spider-Man.
SIngkat cerita, Peter Parker mendatangi kediaman Doctor Strange menceritakan kesulitan yang menimpa dirinya. Doctor Strange kemudian menawarkan pertolongan untuk merapalkan mantra yang bisa membuat semua orang lupa bahwa Peter Parker adalah Spider-Man. Akan tetapi, kemudian, akibat sikap plin-plan dari Peter Parker, yang meminta Sang Doctor untuk berkali-kali mengubah mantra, semua menjadi kacau.
Semua orang yang kenal Peter Parker dari berbagai semesta lain, menjadi tersedot ke semesta mereka. Celakanya, para villain (penjahat) dari berbagai semesta lain, juga tersedot ke semesta mereka. Doctor Octopus (Doctor Octavius), Green Goblin (Norman Osborn), Sand Man (Flint Marko), Electro (Max Dillon), Lizard (Dr Curtis Connor), adalah para penjahat dari semesta lain, yang tersedot ke semesta Spider-Man dan Doctor Strange tersebut.
Doctor Strange lalu memutuskan untuk mengembalikan mereka (para penjahat tersebut) ke semesta asal mereka, dengan kotak mantra yang dimilikinya. Akan tetapi, si nakal Peter Parker a.k.a Spider-Man, kemudian mencuri kotak tersebut, sebagai bentuk penolakannya terhadap pengembalian para penjahat tersebut ke semesta mereka masing-masing. Alasannya, karena para penjahat tersebut sebagian akan kehilangan nyawanya, jika kembali ke semesta mereka.
Peter Parker, si manusia laba-laba berkeinginan untuk mengubah para villain tersebut mmenjadi baik, dengan cara menghilangkan kekuatan para penjahat tersebut dengan berbagai alat yang dimilikinya. Aksi tersebut hampir berhasil, ketika jiwa Green Goblin yang jahat ternyata berhasil menguasai Norman Osborn, dan kemudian menggagalkan upaya Spider-Man untuk menghilangkan kekuatan para villain tersebut, yang dianggapnya sebagai penyebab utama mereka menjadi jahat.
Hanya Doctor Octopus, yang berhasil disembuhkan dengan cara mencabut jarum menancap ke bagian belakang kepalanya. Hal yang ternyata menjadi penyebab sikapnya yang menjadi pemarah, dan penuh ambisi, akibat dikontrol sepenuhnya oleh mesin tentakel gurita, yang menempel padanya.
Para villain tersebut berhasil kabur dan memperkuat diri mereka kembali. Untungnya ada dua Spider-Man dari semesta lain, yaitu Spider-Man yang diperankan Tobey Maguire dan Spider-Man yang diperankan Andrew Garfield. Dengan bantuan mereka lah, Spider-Man semesta MCU (Marvel Cinematic Universe), berhasil menghilangkan kekuatan sebagian besar villain tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan etika/filsafat moral, kemudian bersliweran di kepala saya, saat menonton film tersebut, yaitu apa itu kejahatan? Apa itu kebaikan? Apakah betul kejahatan timbul karena ketidakmampuan mengontrol diri? Ataukah karena memang sudah memiliki sifat jahat sebelumnya? Pertanyaan berikutnya adalah, apakah perbuatan baik itu? Apakah tindakan melawan takdir, demi menyelamatkan nyawa para villain, seperti yang dilakukan oleh Peter Parke versi MCU, merupakan sebuah perbuatan baik atau sebaliknya?
Di akhir film, memang digambarkan bahwa segala tindakan dan pilihan yang diambil pasti ada konsekuensinya. Peter Parker yang berhasil mengubah sebagian besar villain menjadi “normal” kembali, ternyata harus kehilangan banyak hal. Begitu pula, Doctor Strange, yang dalam credit sebelum film berakhir diceritakan ternyata harus menanggung konsekuensi akibat tindakannya merapal mantra untuk membantu Spider-Man.
Baru setelah ke luar dari bioskop saya tersadar bahwa karakter Spider-Man yang ceroboh, dan seringkali “keliru” dalam mengambil keputusan, adalah sifat umum anak muda. Ini mungkin yang disukai oleh para penonton film Spider-Man No Way Home, yang sebagian besar adalah anak muda.
Saya jadi teringat lagu “Darah Muda”, ciptaan Bang Haji Rhoma Irama, yang menghiasi masa muda saya, ketika zaman masih terasa bergolak, begini kira-kira penggalan liriknya, yang saya dapat dari situs bola.com,
Darah muda darahnya para remaja
Yang selalu merasa gagah
Tak pernah mau mengalah
Masa muda masa yang berapi-api
Yang maunya menang sendiri
Walau salah tak peduli
Darah muda
Dalam sejarah Indonesia sendiri, pernah tercatat, aksi gegabah penting yang dilakukan oleh para pemuda dengan darah muda ini, yang kemudian mengubah sikap para kaum tua. Ya, Peristiwa Rengasdengklok, yaitu penculikan dua tokoh penting, Bung Karno dan Bung Hatta, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia, oleh para anak muda.
Saat itu para pemuda, menculik dan membawa kedua proklamator itu ke Rengasdengklok, dengan tujuan untuk memaksa mereka memproklamirkan kemerdekaan. Sebuah perbuatan yang didasari oleh niat yang baik, akan tetapi tanpa pertimbangan yang matang, sehingga menjadi tindakan yang gegabah dan “keliru”. Tindakan yang kemudian berhasil mengubah nasib bangsa Indonesia, yang telah terjajah sedemikian lama, menjadi bangsa merdeka, yang setara dengan bangsa-bangsa merdeka lainnya di seluruh dunia.
Saat sekarang, untuk keluar dari krisis yang kita alami akibat pandemi corona ini, sebenarnya juga butuh aksi-aksi anak muda, yang bisa mengambil keputusan cepat. Mudah-mudahan ke depannya, Indonesia bisa dipimpin oleh anak muda, yang berhati tulus, dan bertindak dengan niat yang benar-benar baik, untuk rakyat, bukan hanya karena tunduk pada arahan orang-orang tua yang ada di belakangnya. Semoga.