“I’m Sorry, Nath.”
“Maaf, ya, Nath.”
“Gue nyesel, Nath. Maafin gue, please.”
“Gue salah lagi, Nath. Gue minta maaf.”
Kalau lo ada di posisi gue, gimana perasaan lo?
Maaf itu menurut gue adalah satu kata yang bermakna besar. Sangat besar bahkan, sebab ada sangat banyak manusia di dunia ini tidak mampu mengucapkan satu kata itu. Maaf. Entah karena gengsi, atau tidak suka merasakan rasa bersalah. Rasa yang sangat tidak nyaman, memang. Atau mungkin juga karena rasa takut. Takut kalau nantinya tidak dimaafkan.
Dasarnya memang tetap sama, bahwa kalau kita merasa bersalah, kita harus meminta maaf. Entah apakah yang dimintai permohonan maaf kita akan memaafkan kita atau tidak, ketika kita melakukan kesalahan, kita wajib meminta maaf. Akan tetapi, ada satu hal yang sebagian besar orang yang meminta maaf tidak lakukan. Apa itu? Memperbaiki kesalahan tersebut. Paling tidak, kita berusaha untuk tidak mengulanginya lagi. Dan itu adalah hal tersulit yang menurut gue harus dilakukan oleh orang yang meminta maaf atas suatu kesalahan.
Selain itu, yang diberi permohonan maaf, harus berusaha memaafkan. Sesulit dan semenyakitkan apapun masalah atau kesalahan yang dibuat orang lain, lo harus bisa memaafkan. Gak harus saat itu juga karena lo bukan Tuhan Yang Maha Pemaaf, tapi suatu saat nanti, setelah lo rasa itu waktunya, lo harus bisa memaafkan.
Pernah gak sih, denger ucapan, “Dua kata yang gak seharusnya kamu umbar sana-sini itu ‘Maaf’ dan ‘Terima kasih’. Kenapa? Karena keduanya kata-kata yang berharga. Kalau kamu terlalu sering mengumbarnya, kata-kata itu gak akan lagi bermakna besar ketika kamu yang mengucapkannya. ”
Dan itu bener. Menurut gue, semakin sering seseorang ngucapin maaf, orang yang denger bakal semakin ngerasa atau memandang bahwa ucapan maaf itu mudah untuk seseorang itu mengucapkan omong kosong atas rasa bersalahnya. Maka itulah salah satu alasan kenapa gue males denger seseorang ngucapin kata maaf yang berkali-kali. Ketika dia mengucapkan maaf lebih dari tiga kali, gue sering ngerasa kata maaf yang dia ucapkan menjadi semakin ‘murah’.
So, intinya adalah kita harus mampu memaafkan dan meminta maaf. Dengan catatan, pada waktu yang tepat. Memaafkan ketika hati dan pikiran kita sudah tidak lagi menyimpan amarah dan kesal, dan meminta maaf tepat ketika kita telah melakukan kesalahan dengan permohonan maaf yang baik. Tidak terpaksa dan benar-benar dari hati karena sudah berpikir dan merasa bahwa kita bersalah saat itu.
Karena terkadang, menjadi orang baik gak harus selalu menggunakan harta, cukup dengan menghargai dan memanusiakan manusia, menjaga perasaan sesama.