“Harapanku terlalu tinggi, sampai aku lupa tengah bermimpi, hanyalah seberkas asumsi dalam pikiran pagi. Iya kita hanyalah imajinasi, dalam balutan tidur siang ini”~revianjedha
Awal bulan menuju tahun kerbau logam. Indonesia masih kalut dengan pandemi ini. Isu vaksinasi atau kesehatan massal masih jadi incaran wartawan. Setidaknya dua tingkat dibawah isu politik yang makin panas, ataupun sekadar berita dari para artis ibukota. Entahlah, banyak orang berasumsi ini akhir dunia, atau setidaknya menjadi suatu pembaharuan era.
Jika boleh rewind di tahun lalu, mungkin banyak yang terjadi. Stop, sudah malas ku ingat beberapa problematika atau ruwetnya kondisi bumi. Maksudku mari kita fokus ke ingatan tentang hidup milikku yang awalnya pasif yang menuju akhir tahun tiba-tiba jadi atraktif. Senyum kecil samar ketika mengingatnya, mungkin karena angin badai atau hujan kita dapat dipertemukan sejenak. Selepas saling mengelana dengan bahtera yang berbeda, akhirnya kita sempat bertemu di pelabuhan sementara.
Hai
An?, tentunya walau kamu tak peduli, pasti kamu masih ingat yak?. Bukan
kehangatan atau naik motorku yang ugal-ugalan, tetapi tentang beberapa
cerita yang kita rangkum dalam satu jam perjalanan. Atau mungkin
beberapa bumbu komedi yang kita campurkan. Jujur, sampai saat ini masih
ku ingat mimpi apakah aku semalam sebelum itu. Tiba tiba bisa berduaan
denganmu. Bukan memadu kasih, tapi hanya sebatas berbagi perih. Memang,
harusnya latar suasana sendu, tapi tak tahu menyenangkan bagiku.
Bisa dibilang mungkin hoki satu tahun sekali ku tak sadar terpakai saat itu. Kurang lebih 50 menit berlalu, kita akhirnya bisa saling mengutarakan dan menyatakan walau semua sudah jadi abu. Lucu saja, kita terlalu lambat dan telat, kemudian semuanya tinggal sisa sesal yang tak bisa berbuat. Tapi sudahlah, sesal akan selalu jadi penyesalan jika kita selalu menyesalinya. Ku harap kapan waktu kita bisa bertemu, bukan dengan membawa perasaan kemudian menaruh percintaan, tapi cuma dengan kata teman. Semoga kamu sehat sampai kita punya waktu berjumpa. Aku sayang aku, kamu sayang kamu.
Tanggal 21 bulan 2 Tahun 21 di abad 21, banyak orang menggebu-gebu soal
resolusi yang ingin dicapai, bahkan kurasa untuk kebanyakan orang juga
menjadi akhir dan awal dalam memasuki siklus kehidupan. Contoh kecil
saja mungkin aku, tahun ini menjadi akhir dari masa masa SMK, yang kata
orang jadi momen terbaik dalam hidup. Tapi di lain sisi, jadi awal aku
memasuki siklus baru kehidupan. Entahlah, antara opsi mencari rejeki,
atau masuk perguruan tinggi, masih jadi misteri dan belum aku temukan
suatu konklusi. Sudahlah, lanjut bersih bersih sebelum emak datang
menyerang dengan bakat rap nya.
Mataku
tak sengaja melihat bingkai itu, mematung sebentar ku lihat baru
terbesit suatu tak asing. Secarik kertas yang penuh ruah kata, juga
potongan bambu kecil di tengahnya. Ah, aku ingat. Beberapa sisa kenangan
yang ku simpan, yang mungkin ada lusinan penyesalan. Namaku dan nama
dia di bambu itu. Entahlah sedang mengkhayal apa kita saat itu, atau
aku.
“Hei
Nan, kamu memang hebat, kamu senyum, kamu suara, dan kamu hati. Kamu
membuat dekat, tapi kamu membuat jauh. Kamu harapan, kamu juga
menjatuhkan. Tapi kamu tetap kamu, kamu bahagia, dan kamu segudang
cerita. Kamu ialah angan, walau kamu bilang jangan. Kamu permata, tapi
kamu bukan muara. Sampai akhirnya kamu janji, juga kamu jelmaan
imajinasi.”
Entahlah,
terakhir kapan aku bisa tertawa lepas saat sendirian, tanpa HP
maksudku. Apa yang kubayangkan saat menulis itu di Oktober 2 tahun lalu.
Padahal baru bulan lalu ku tutup akses ingatan ke database tentang namamu. Lupakan, setidaknya tujuan ku membuat ini berhasil. Untuk mengingatkan
ketika lupa, dan sekarang aku ingat. Oke dan sekarang mari kembali ke
realita. Sudah cukuplah momen bernostalgia.