Siapa yang belum kenal Utuy Tatang Sontani? Sastrawan kondang yang merupakan bagian dari angkatan sastra ’45 ini dikenal melalui karya-karya drama, cerpen, hingga novelnya. Ia lahir di Cianjur, 31 Mei 1949 dengan nama asli Utuy Tatang, tanpa Sontani, karena Sontani merupakan nama tokoh fiksi kesukaannya dari buku Pelarian dari Digul.
Sudah banyak karya sastra hasil tangan dingin seorang Utuy Tatang Sontani, sebut saja drama Saat yang Genting (1958), sebuah drama yang meraih penghargaan sastra BMKN tahun 1957/1958, ada lagi drama Suling (1948), Bunga Rumah Makan (1948), Manusia Iseng (1953), Sangkuriang Dayang Sumbi (1953), Sayang Ada Orang Lain (1954), hingga salah satu drama yang kebetulan akan jadi bahasan di artikel ini, yang juga pernah meraih hadiah BMKN tahun 1953. Ya, betul, drama Awal dan Mira (1952)!
Sedikit mengenai Awal dan Mira, drama satu babak ini menceritakan tentang dua sejoli bernama Awal dan gadis yang dicintainya, Mira, yang sekiranya terlibat kesalahpahaman dalam hubungan akibat miskomunikasi. Awal yang merupakan seorang bangsawan sangat mencintai Mira, seorang gadis cantik penunggu kedai kopi yang merupakan golongan rakyat jelata. Awal cinta kepada Mira karena baginya Mira adalah wujud wanita sempurna ketika ia menganggap orang-orang lain tidak lebih dari sekadar badut.
Di dalam drama, Awal yang mengaku sebagai pencinta Mira berkali-kali meminta gadis itu menemuinya di luar kedai kopi untuk membahas perihal persoalan di antara keduanya. Mira berkali-kali pula menolak dengan ragam alasan buatannya, membuat Awal kelamaan merasa dipermainkan. Ditambah lagi kedatangan dua pemuda (si Baju Putih dan si Baju Biru) membuat Awal cemburu sampai-sampai terjadi perkelahian, tetapi Mira tidak mencoba turun tangan untuk melerai. Hal itu membuat Awal kecewa pada Mira karena menurutnya Mira tidak peduli akan dirinya.
Singkat cerita, terungkaplah bahwa Mira rupanya memiliki kaki yang buntung akibat peperangan, jalannya menggunakan tongkat, dan hal itu menjawab mengapa Mira selalu menolak menemui Awal terlebih di luar kedai kopinya.
Itu dia sedikit alur cerita drama Awal dan Mira, menurut saya sebagai pembaca, drama ini cukup menegangkan dalam membahas kesalahpahaman dalam hubungan. Mira yang digambarkan sangat cantik sampai-sampai memikat bangsawan seperti Awal hingga sebegitu cintanya membuat drama ini sangat menarik. Terlepas dari banyaknya tafsiran lain mengenai drama ini, mari fokus pada ide cerita bahwa tokoh Mira sangat cantik dan hal-hal akibat kecantikannya itu.
Memang, Mira sangat sadar akan kecantikan dirinya dan bangga akan hal itu. Bisa dilihat dari dialog Mira yang satu ini kepada tokoh si Perempuan: “Mengapa kau tak protes kepada moyangmu yang melahirkan kau tidak lebih cantik dari aku?” (Awal dan Mira: 8).
Namun, pernahkah memikirkan bagaimana jika Mira tidak cantik? Apa kiranya yang akan terjadi? Kalau menurut saya sih, barangkali hal-hal inilah yang akan terjadi!
KEMBALIAN SETALEN TIDAK AKAN DIBERIKAN LAKI-LAKI MUDA
Di awal drama, kita diperkenalkan pada Mira yang cantik, Ibu Mira, dan seorang pengunjung kedai kopi Mira yang dinamai Laki-Laki Muda. Ia duduk di atas bangku di depan kedai, menghadapi gelas kopi di atas meja.
Laki-Laki Muda itu setelah habis kopinya menanyakan harga kopi dan membayar lebih setalen dari harga asli kepada Mira. Sebagai orang biasa, wajar jika Laki-Laki Muda di drama tersebut meminta kembalian setalen tadi dan hal itulah yang ia lakukan. Namun, kembalian setalen itu malah tidak didapatkannya! Mengapa? Karena kecantikan Mira!
Ketika Laki-Laki Muda keheranan mengapa Mira tidak mengembalikan kembalian setalen miliknya, ia langsung mengikhlaskan kembaliannya ketika Mira menjawab, “Tapi engkau terlalu lama duduk di sini, terlalu lama melihat wajahku.” dan “… Memangnya istrimu di rumah cantik seperti aku?”
Coba bayangkan jika Mira tidak cantik, mungkin kembalian setalen Laki-Laki Muda tidak akan diikhlaskannya.
SI BAJU PUTIH DAN SI BAJU BIRU TIDAK JADI MAMPIR
Dalam drama, salah satu tokoh yang memiliki peran dan dialog yang banyak adalah si Baju Biru dan si Baju Putih, pelanggan setia kedai Mira, di samping Awal dan Mira sebagai tokoh utama. Apa yang membuat mereka bisa menjadi pelanggan setia Mira? Tentu, tidak lain dan tidak bukan adalah Mira itu sendiri!
Di adegan kedatangan mereka ke kedai kopi Mira saja, yang pertama kali mereka cari adalah Mira. Ditambah lagi, si Baju Putih bilang begini, “Ah, Kalau tidak ada Mira, kurang senang kita minum di sini.”
Dari situ saja sudah terbaca, si Baju Biru dan si Baju Putih bisa saja tidak jadi mampir kalau Mira tidak ada. Memangnya mengapa kalau Mira tidak ada? Ya karena tidak ada perempuan cantik yang bisa mereka lihat!
MIRA DAN SI PEREMPUAN TIDAK AKAN ADU MULUT
Pernah lihat dua perempuan cekcok karena suami salah satu dari mereka main mata ke lawan cekcoknya? Itulah salah satu adegan yang terjadi di drama Awal dan Mira.
Di pertengahan drama, bertambah dua tokoh numpang lewat yang dilabeli nama si Laki-Laki dan si Perempuan. Saat keduanya melintas di depan kedai Mira, si Laki-Laki yang entah kerasukan apa melambatkan langkahnya untuk memandangi Mira di kedai, menimbulkan api-api cemburu pada si Perempuan yang mengiringinya.
Sudah bisa ditebak, si Perempuan kesal. Kesal dengan siapa? Ya dengan Mira, walaupun jelas-jelas yang main mata si Laki-Laki. Dia sampai meludah ke arah Mira sangking kesalnya.
Mira yang tentu tidak terima pun merespons, “Mengapa kau tak protes kepada moyangmu yang telah melahirkan kau tidak lebih cantik dari aku?”
Sulit betul memang jadi cantik seperti Mira, diam saja dikira merancang niat merebut suami orang.
POTRET MIRA MUNGKIN TIDAK AKAN DILIRIK UNTUK DIMUAT DI MAJALAH
Mira di drama kedatangan dua tokoh bernama Juru Potret dan Wartawan yang membawakannya potret dirinya. Hal ini mungkin normal karena dijelaskan secara tersirat bahwa Mira memang menunggu kedatangan Juru Potret untuk menerima potret tersebut. Tapi ternyata, potret Mira itu sampai dilirik seorang wartawan dan akan dimasukkan ke majalah!
Memang, potret Mira itu akan dimuat sebagai ‘potret rakyat jelata’. Tapi tetap saja, alasan dimuatnya potret Mira di majalah itu masih terlibat dengan kecantikannya. Hal itu terjelaskan ketika Mira heran tentang seberapa penting dirinya sammpai potretnya dimuat majalah, dan Juru Potret pun membalas, “Oh! Belum sadar, Mira, bahwa kau cantik?”
Wah, yakinlah, kalau Mira tidak secantik itu, mungkin saja potretnya tidak akan dilirik untuk masuk majalah, atau yang lebih parah, Juru Potret dari awal tidak akan mau memotretnya.
AWAL TIDAK AKAN MENJADI KORBAN KECANTIKAN MIRA
Ada satu dialog dalam drama Awal dan Mira yang benar-benar membuat saya tertarik sampai memutuskan membuat artikel ini. Ini adalah dialog Awal, ia bilang begini, “Kau senang membikin aku jadi korban kecantikanmu?”
Di drama memang tergambar jelas sekali kalau Awal secinta dan sefrustrasi itu terhadap Mira, saya pribadi merasa dialog itu sangat mendukung perasaannya. Dialog itu sangat membidik premis bahwa tokoh Mira memang secantik itu sampai-sampai memakan korban.
Coba kalau Mira tidak sampai memakan korban karena kecantikannya, saya yakin drama Awal dan Mira tidak bisa dilanjutkan. Mungkin lanjut, tapi nama tokoh Mira diganti dengan tokoh yang lebih cantik, yang lebih mampu menjadikan Awal sebagai korban kecantikannya.
Bagaimanapun, akhirnya, saya mungkin termasuk golongan pembaca yang penasaran betul secantik apa tokoh Mira sampai-sampai Awal bisa menganggap dirinya korban kecantikan Mira, potretnya sampai bisa diminati majalah, seorang laki-laki beristri bisa memicu pertikaian hanya karena meliriknya, kedai kopinya bisa punya pelanggan tetap yang hanya ingin membeli ketika ada dirinya, dan kembalian pelanggan sampai bisa ia ambil juga. Saya betul-betul penasaran.