Kondisi kesehatan mental yang bahagia adalah idaman setiap insan.
Apalagi dengan memiliki mental yang kuat sebagai modal utama, maka kita mampu bertahan hidup dan bersaing dengan kemajuan zaman yang pesat.
Lalu apakah mental yang bahagia dapat diciptakan? Nah untuk bisa meraih mental yang selalu bahagia, pertama-tama yang perlu kamu lakukan adalah menjaga kesehatan jiwa dan raga.
Bagaimana caranya, opini berikut akan berusaha menjawab pertanyaan ini sebaik mungkin. Yuk mari kita bahas bareng.

Mental yaitu hal-hal yang mencakup jiwa, sifat dan pikiran manusia.
Maka kesehatan mental ialah kondisi saat jiwa, sifat dan pikiran manusia dalam keadaan normal, tenang dan damai.
Sehingga mampu menikmati hidup sehari-hari dan beraktivitas produktif.
Salah satu yang membawa dampak terbentuknya kondisi kesehatan mental yang bahagia adalah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.
Kebutuhan dasar manusia tersebut menurut pakar psikologi humanistik Abraham Maslow sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisiologis
yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup dengan memenuhi kebutuhan fisik. Seperti pemenuhan sandang, papan dan pangan.
b. Kebutuhan pada rasa aman
Kebutuhan ini mencakup akan perlindungan dari bahaya fisik dan emosional. Seperti bahaya dari perang, bencana alam maupun perundungan.

c. Kebutuhan sosial
Kebutuhan sosial pada manusia adalah perasaan mencintai dan dicintai, penerimaan, rasa loyalitas pada pertemanan, kasih sayang dan bersosialisasi.
d. Kebutuhan akan penghargaan
Kebutuhan ini diperoleh sesuai peran individu dalam kelompoknya. Harga diri adalah kebutuhan yang berhak dicapai setelah kebutuhan lain tercapai. Namun pada penerapannya bisa saja kebutuhan ini menjadi utama dengan mengabaikan kebutuhan lain karena faktor lain, bahkan jika tak terkontrol dapat menimbulkan anomali misalkan adanya budaya carok.
e. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri
Pada dasarnya setiap individu memiliki kebutuhan untuk mengaktualisasikan potensi diri, memaksimalkan bakat dan hobi, menumbuhkan kemampuan diri dan berkembang menjadi individu yang lebih baik.
Lalu apakah dengan memenuhi lima kebutuhan dasar tersebut, kondisi kesehatan mental seorang insan akan otomatis bahagia?
Secara teori, dapat disimpulkan demikian. Namun untuk memenuhinya, kebutuhan dasar tersebut harus disesuaikan dengan karakter dan situasi personal.

Kebutuhan dasar manusia secara spesifik dapat berbeda bergantung pada kondisi dan budaya setempat.
Misalkan, pada wilayah perang seorang individu tentu akan membutuhkan rasa aman lebih utama daripada harta dan rumah mewah yang ia miliki.
Selain kebutuhan dasar, hal lain yang juga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan mental untuk meraih kebahagiaan adalah kesehatan fisik, emosi, pikiran, perilaku dan kondisi lingkungan.
Untuk itu, perlu upaya yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan untuk menjaga kondisi mental agar sehat serta senantiasa bahagia.
Nah, dibawah ini beberapa contoh hal yang dapat kamu lakukan agar mental selalu prima dan terhindar dari masalah kesehatan.
1. Mengamalkan nilai-nilai luhur agama
Fitrah manusia adalah makhluk sosial religius. Ketika mengamalkan agama dengan rutin, hati yang selalu berserah kepada Tuhan akan tenang dan tenteram.
Nah dengan demikian, kondisi kesehatan mental akan senantiasa terjaga karena memiliki sandaran yang kuat.

Dengan kata lain ketika mengamalkan nilai-nilai luhur agama, kita akan dijauhkan dari hal-hal mudhorot yang melemahkan mental.
Keyakinan yang mendalam pada kekuatan Tuhan dengan sendirinya akan menguatkan kita juga.
Di sisi lain, tuntunan agama juga memiliki batasan-batasan yang jika dihayati dengan tulus akan membawa jiwa selalu pada kondisi baik meskipun kondisi eksternal menekan.
2. Menjunjung norma-norma baik lingkungan
Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Pepatah itu mengajarkan agar selalu menghormati dan menghargai norma baik yang berlaku dimana kita tinggal.
Norma-norma tersebut biasanya adalah budaya yang tercipta dari aturan-aturan bersama agar lingkungan harmonis.
Kondisi kesehatan mental akan terjaga ketika seorang insan senantiasa mematuhi aturan-aturan tersebut.
Hal ini karena ketika manusia beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya rasa aman dapat diraih.
Sehingga kebutuhan perasaan mencintai dan dicintai, penerimaan, rasa loyalitas pada pertemanan, kasih sayang dan bersosialisasi dapat tergapai sesuai batasan-batasan yang ada.

3. Mandiri dan Bertanggung Jawab
Rasa bahagia adalah kebebasan. Jangan tertipu dengan kebahagiaan semu. Konsep kebahagiaan yang utopis mengutamakan rasa senang berlebih.
Padahal tak begitu, kamu adalah seorang insan yang memiliki rasa marah, sedih dan senang.
Dengan menyadari semua perasaanmu dan memiliki batasan serta kontrol yang baik niscaya kebahagiaan sejati bisa diraih.
Pada dasarnya pribadi yang bahagia adalah insan yang bertanggung jawab dan disiplin.
Individu yang mampu memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri mempunyai peluang bahagia lebih banyak daripada pribadi yang berperan lebih sedikit dalam kelompok.
4. Menjaga Silaturahmi
Mengutip dari Medical News Today, berkumpul dengan keluarga menyebabkan seseorang mengalami kontak langsung dengan orang lain.
Hal ini memicu bagian sistem saraf pada tubuh melepaskan neurotransmitter yang bertanggungjawab untuk mengatur kecemasan dan rasa stres yang sering dihadapi.
Dapat disimpulkan, melakukan kontak langsung dengan orang lain atau bersilaturahmi dapat membuat tubuh lebih tahan terhadap beberapa faktor pemicu kondisi stres.
5. Bersedekah
Bersedekah ialah perilaku religius yang memiliki banyak manfaat.
Perilaku menolong orang lain dengan disengaja dan tulus dapat membuat hormon serotonin dan dopamin meningkat.
Hormon ini bertanggung jawab pada pengaturan rasa senang pada otak manusia. Nah, dengan bersedekah maka hormon ini stabil dan kondisi kesehatan mental senantiasa terjaga.
Selain itu, dengan membahagiakan orang lain melalui sedekah maka otomatis kamu akan bahagia sebab Tuhan menjanjikan pahala akan dilipatgandakan, hidup senantiasa berkah dan dapat menolak bala.
6. Senantiasa Bersyukur
Merujuk dari publikasi The Harvard Medical School, bahwa rasa bersyukur dimaknai sebagai “Apresiasi penuh syukur terhadap apa yang diterima oleh seseorang, baik itu yang dapat dilihat maupun tidak dapat dilihat.
Dengan bersyukur, seseorang mengakui adanya kebaikan dalam kehidupan mereka. Sebagai hasilnya, bersyukur juga dapat membantu orang untuk terhubung dengan apa yang lebih besar dari mereka sebagai individu- bisa saja, orang lain, alam, ataupun Kekuatan Tertinggi” (Ackerman, 2021) maka dapat disimpulkan bahwa kondisi kesehatan mental yang bahagia berpuncak pada rasa syukur ini.
Bahkan Emmons dan Crumpler dalam Sulistyarini (2010) menyimpulkan bahwa fokus pada rasa syukur membuat hidup lebih memuaskan, bermakna, dan produktif.
Demikian gamblangnya sains membuktikan korelasi syukur dan kebahagian, maka tak terpungkiri bahwa kita harus senantiasa berlatih diri untuk mensyukuri nikmat apapun agar lebih bahagia.
Martin Seligman, sebagai Bapak Psikologi Positif dalam konsep Autenthic Happiness mengatakan bahwa emosi positif manusia terkait dengan hal-hal yang membahagiakan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu: emosi positif terhadap masa lalu, emosi positif terhadap masa kini, dan emosi positif terhadap masa depan.
Nah dengan berlatih memenuhi kebutuhan dasar, mengamalkan agama, mematuhi norma lingkungan, bertanggung jawab dan mandiri, menjaga silaturahmi, bersedekah serta senantiasa bersyukur maka emosi positif terhadap masa lalu, masa kini dan masa depan diharapkan terbentuk. Sehingga kondisi kesehatan mental yang bahagia selangkah lebih dekat untuk tergapai!