Film dengan visualisasi hitam putih erat kaitannya dengan sejarah awal dunia perfilman karena saat itu teknik pewarnaan dalam film masih belum ditemui. Kini, nyaris seluruh film setelah era hitam putih lebih berfokus pada visual penuh warna.
Untungnya, masih ada sineas-sineas yang masih mampu melihat bahwa visualisasi hitam putih ternyata masih dapat digunakan sebagai aspek pendukung bagi tema dan jalan ceritanya.
Jadi, saya akan rekomendasikan lima film hitam putih yang bisa kamu tonton di kala senggang.
Akan tetapi, saya tidak akan memasukkan judul-judul terkenal, seperti Schindler’s List atau The Artist. Saya akan merekomendasikan judul-judul yang underrated karena terkadang “yang tersembunyi jauh lebih menarik daripada yang ada di permukaan”.
Polytechnique
Denis Villeneuve mereka ulang tragedi pembantaian di Montréal pada tahun 1989 yang didalangi oleh seorang pria berpaham anti-feminisme.
Denis juga memadukan visualisasi hitam putihnya dengan alur non-linear yang semakin menambah aspek kengeriannya. Film ini menjadi film panjang ketiganya dan setelahnya nama Denis Villeneuve mulai diperhitungkan.
Salah satu ciri khas Denis ada pada kemampuannya menciptakan opening yang menghentak. Hasilnya, penonton akan terus terpaku menatap guliran pengisahannya hingga selesai.
Di sini pun ia melakukan hal serupa. Ia nyaris selalu mengawali filmnya dengan menyuguhkan opening yang intens.
Dipadukan dengan pengambilan perspektif melalui dua protagonisnya, Polytechnique akan menerormu dari awal hingga akhir.
The Lighthouse
Bagaimana seandainya mitologi dikemas ulang ke dalam suguhan arthouse? Maka hasilnya adalah film ini.
The Lighthouse garapan Robert Eggers menceritakan dua penjaga mercusuar yang semakin lama semakin kehilangan kewarasannya. Eggers sukses mengaburkan batas antara nyata dan halusinasi di sini.
Visualisasi hitam putihnya benar-benar menyesatkan. Ia terasa indah di balik visualisasinya yang disturbing.
Dan ditambah dengan performa memikat dari Robert Pattinson dan Willem Dafoe, The Lighthouse akan mencengkerammu hingga kredit bergulir.
A Girl Walks Home Alone at Night
Ingin mencoba mengetahui kehidupan vampir yang jauh dari drama? Coba tonton film garapan Ana Lily Amirpour ini.
Ana menggunakan kemampuannya dalam merangkai mise-en-scène di A Girl Walks Home Alone at Night untuk menciptakan sebuah tontonan yang bercerita melalui aspek visualnya.
Sinematografinya menawan. Ana mampu menyuguhkan dunia yang suram sekaligus mengerikan. Mengerikan bukan hanya karena teror vampirnya itu sendiri melainkan dari caranya menghadirkan ‘kehidupan’ melalui lanskap perkotaannya.
The Eyes of My Mother
Memecah filmnya menjadi tiga babak, yakni Mother, Father, dan Family, Nicolas Pesce selaku sutradara menyajikan banyak pemandangan disturbing di filmnya ini. Ini film yang gila.
Banyak hal-hal gila yang akan membuatmu terkejut saking edannya cara Pesce bercerita. Horror arthouse ini akan membuatmu bergidik ngeri jika kamu berhasil menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara.
Following
Di list terakhir, ada film panjang pertamanya Christopher Nolan. Sebelum Nolan menggarap Memento yang melegenda, ia terlebih dahulu berkutat di proyek Following.
Di sini ia bereksperimen dengan memainkan pola penceritaan non-linear yang akhirnya menjadi ciri khasnya.
Nolan menyuguhkan drama kriminal bernuansa noir yang sesungguhnya merupakan cikal bakal dari Memento jika melihat gaya penyutradaraannya. Yang jelas, jika kamu penggemar film-filmnya Nolan, kamu harus menonton film ini.