Imbuhan atau afiks merupakan hal rinci yang sering dianggap sulit dipahami oleh seseorang yang baru belajar bahasa indonesia.
Meskipun demikian, penutur asli bahasa Indonesia pun tidak jarang menggunakan imbuhan secara salah.
Kesalahan dalam menggunakan imbuhan dapat mengakibatkan perubahan makna kalimat.
Menurut Ramlan (2001:55) Imbuhan merupakan salah satu bentuk kata turunan, bukan merupakan kata dasar.
Imbuhan merupakan morfem terikat yang digunakan untuk menghasilkan suatu kata.
Imbuhan terdiri atas unsur yang memiliki kesanggupan melekat satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru.
Bahasa Indonesia memiliki tiga jenis imbuhan, yaitu awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), Selain itu, terdapat pula awalan-akhiran yang melekat secara bertahap (prefiks-sufiks) dan awalan-akhiran yang melekat bersama (konfiks).
Berikut ini adalah contoh kata-kata imbuhan dalam bahasa Indonesia.
- Dosen itu berjalan didepan kampus. (afiks)
- Irwan gemetar ketika upacara. (infiks)
- Lukisan itu sangat indah. (sufiks)
- Setiap anggota harus berpakaian sopan. (prefiks-sufiks)
- Miftah memiliki kemauan keras untuk menjadi sarjana. (konfiks)
Mengingat banyaknya persoalan dalam imbuhan, pada artikel ini memfokuskan pembahasan pada imbuhan-imbuhan yang sering digunakan secara salah.
A. Imbuhan di-Tidak Sama dengan Kata Depan di
Penulisan awalan atau prefiks di- pada dasarnya sangat sederhana, sama dengan penulisan awalan yang lain seperti me-, ter, se-, dan ber-.
Akan tetapi, karena dalam bahasa Indonesia dikenal pula kata depan di, penggunaan awalan di- pun menjadi sering ditulis secara salah.
Di- merupakan awalan yang digunakan untuk kalimat pasif. Makna di- dapat bermacam-macam, tergantung konteks dalam kalimat itu.
Contoh:
Presentasi kali ini akan dilihat oleh seluruh mahasiswa.
Sementara itu, kata depan di selalu ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya sebagaimana kata ke dan dari. Contoh:
Skripsi itu di simpan di perpustakaan.
Berdasarkan pemahaman diatas, tulisan yang sering ditemukan sudut-sudut kota seperti Di larang membuang sampah sembarangan tentu dapat dibenarkan menjadi Dilarang membuang sampah sembarangan.
B. Pemakaian Imbuhan me- yang Unik
Imbuhan (afiks) me- memiliki bentuk (alomorf) yang paling bayak ketika ia telah bertemu dengan morfem lain, yaitu menjadi me-, meny-, meng-, mem-, men-, dan menge-.
Mahasiswa asing yang belajar bahasa Indonesia pada umumnya memiliki kendala dalam memahami penggunaan afiks me- ini.
1. Ketika afiks me- bertemu dengan morfem yang berawalan huruf k,p,t,dan s, morfem tersebut akan luluh, misalnya :
A. me- + pijit = memijit.
B. me- + kekang = mengekang.
C. me- + teror = meneror.
D. me- + sebut = menyebut.
2. Ketika afiks me- bertemu dengan morfem yang bukan berlawalan k,p,t, dan s, biasanya morfem tersebut tidak luluh, misalnya:
A. me- +curi = mencuri.
B. me- + bawa = membawa.
C. me- + lempar = melempar.
D. me- + ganggu += mengganggu.
3. Ketika afiks me- bertemu dengan morfem yang berlawanan k,p,t, dan s tetapi morfem itu merupakan kluster (berkonsonan rangkap) biasanya morfem tersebut tidak luluh, misalnya:
A. me- + produksi = memproduksi.
B. me- + stabilisasi = menstabilisasi.
C. me- + kritik = mengkritik.
4. Ketika afiks me- bertemu dengan morfem yang hanya terdiri atas satu suku kata, afiks tersebut menjadi menge-, misalnya:
A. me- + tes = mengetes.
B. me- + bom = mengebom.
C. me- + cap = mengecap.
C. Pemakaian Imbuhan me-i dan me-kan
Meskipun tampak sama, kata-kata yang berimbuhan me-i memiliki perbedaan yang cukup penting dibandingkan dengan kata-kata yang berimbuhan me-kan.
Imbuhan me-i dan me-kan merupakan kalimat aktif, tetapi jika dilihat objek yang mengikutinya akan tampak perbedaannya, yakni objeknya merupakan sesuatu yang statis atau sesuatu yang dinamis.
Contohnya imbuhan me-i dan me-kan.
a. Gubernur Jawa Timur menganugerahi Pak Tukiman Penghargaan.
(Objek dalam kalimat ini adalah seseorang yang bersifat statis).
b. Gubernur Jawa Timur menganugerahi penghargaan kepada Pak Tukiman.
(Objek dalam kalimat ini adalah seseorang yang bersifat dinamis).
c. Sejumlah orang melempari bangunan itu.
(Objek dalam kalimat ini adalah benda yang statis dan bermakna berulang-ulang).
d. Sejumlah orang melemparkan batu ke arah bangunan itu.
(Objek dalam kalimat itu adalah benda yang statis bersifat dinamis).
Bentuk-bentuk yang demikian terdapat pula pada mendatangi dan mendatangkan, menjuali dan menjualkan, menyisipi, dan menyisipkan, membebani dan membebankan, serta menghadiahi dan menghadiahkan.
D. Perbedaan Imbuhan me-kan dan memper
Dalam karya ilmiah sering terdapat penggunaan imbuhan me-kan dan memper- dengan makna yang seolah dapat saling menggantikan. Contoh:
a. Aparat desa meluaskan lapangan agar dapat digunakan untuk bermain sepak bola.
b. Aparat desa memperluas lapangan agar dapat digunakan untuk bermain sepak bola.
Sepintas kata meluaskan dan memperluas memiliki kesamaan, tetapi sebenarnya meluaskan memiliki arti “membuat jadi”, sedangkan memperluas memiliki arti “membuat lebih”.
Dengan demikian, penggunaannya melihat pada prosesnya. Jika lapangan itu dahulu sempit kemudian menjadi luas, kata yang tepat adalah meluaskan.
Sementara itu, jika lapangannya telah luas, tetapi dibuat lebih luas lagi, kata yang tepat adalah memperluas.
E. Pemakaian Imbuhan pe-an dan per -an
Kata-kata yang berafiks pe -an di turunkan dari kata kerja berafiks me, me-kan atau me-i, sedangkan kata-kata yang berafiks per-an di turunkan dari kata kerja berafiks ber-.
Contoh kata kerja yang berubah menjadi kata yang di bendakan dalam bentuk pe-an dan per-an.
a. Membuat menjadi pembuatan
b. Membiayai menjadi pembiayaan
c. Bersahabat menjadi persahabatan
Berdasarkan pemahaman itu dapat di bedakan antara kata (a) persatuan dengan penyatuan, (b) pemukiman dengan permukiman, (c) perairan dengan pengairan.
Menurut Wijana (2008:43) imbuhan per-an merupakan turunan dari kata kerja memper- misalkan perolehan dari kata memperoleh, dan perpanjangan dari kata memperpanjang.
F. Penghilangan Imbuhan me- dan ber
Kegunaan afiks me- dan ber- adalah sebagai penanda kalimat aktif.
Namun afiks-afiks tersebut sering tidak di gunakan dalam penulisan media massa mengingat ragam jurnalistik memiliki keterbatasan ruang dan gaya yang komunikatif.
Seperti beberapa contoh judul-judul berita yang menghilangkan afiks me- atau ber-.
a. Persiba rebut poin di malang.
Seharusnya (Periba Bantul merebut point di malang).
b. Pemerintah siap lakukan akselerasi.
Seharusnya (Pemerintah siap melakukan akselerasi).