Bagi pecinta film animasi, mungkin pernah menonton film Monster Inc. Film itu bercerita tentang sebuah institusi yang mendapatkan energi kehidupan dari jerit ketakutan seorang anak, karena penglihatan yang menakutkan saat menjelang tidur. Sang monster bahkan mendapatkan nilai tinggi, bila mampu membuat seorang anak menjerit kencang-kencang, karena ketakutan saat tertidur.
Hingga pada suatu saat, seekor monster menemukan kalau jerit kesenangan dari seorang anak ternyata memiliki energi lebih besar dari jerit ketakutan. Hingga akhirnya monster itu berteman dengan sang anak, untuk membuktikan bahwa institusi tersebut harus berubah. Mengganti energi kehidupan mereka, dari jerit ketakutan menjadi jerit kesenangan.
Film tersebut menyisakan satu hal mendalam yang berbekas. Dimana pada akhirnya kita semua yang pernah menontonnya akan sadar, bahwa ketakutan, kesedihan atau hal-hal yang membuat kita negatif memang membuat kita lebih kuat menghadapi berbagai kenyataan dalam hidup ini. Namun ternyata ada lagi kesadaran lain, bahwa kesenangan dan persahabatan ternyata menyimpan kekuatan energi lebih besar, untuk seorang manusia menghadapi berbagai persoalan hidup.
Dan ternyata sebuah penelitian terbaru yang dilakukan Universitas Zurich membuktikan hal tersebut. Sebuah jeritan bisa menandakan dua hal, ketakutan atau kesenangan didalamnya. Untuk pertama kalinya, para peneliti telah menunjukkan bahwa jeritan karena kesenangan diproses oleh otak dengan lebih efisien daripada jeritan dengan intonasi ketakutan didalamnya.

Banyak orang bilang, menjerit bisa menyelamatkan nyawa. Tak hanya manusia, binatang saja kadang menjerit bila terlibat dalam masalah. Sementara manusia juga berteriak untuk menandakan bahaya. Manusia juga menjerit saat mengalami emosi yang kuat saat gembira. Sayangnya beberapa penelitian yang ada sebelumnya lebih terfokus pada jerit ketakutan. Baru kemudian, belum lama ini Departemen Psikologi Universitas Zurich di Swiss melakukan penelitian mengenai jerit karena kesenangan. Dan hasilnya, jerit karena kesenangan membawa hasil lebih positif kepada manusia ketimbang jerit ketakutan.
Penelitian yang dikepalai oleh Sascha Frühholz tersebut menyelidiki makna di balik spektrum teriakan manusia. Hasilnya mengungkapkan enam jenis jeritan yang berbeda secara emosional. Keenam jenis jeritan tersebut menunjukkan rasa sakit, kemarahan, ketakutan, kesenangan, kesedihan, dan kegembiraan.
“Kami terkejut dengan fakta bahwa pendengar menanggapi lebih cepat dan akurat, dan dengan kepekaan saraf yang lebih tinggi, terhadap jeritan yang menyenangkan daripada jeritan yang mengkhawatirkan,” kata Frühholz.

Tim peneliti melakukan empat eksperimen untuk studi mereka. Dua belas peserta diminta untuk menyuarakan jeritan positif dan negatif yang mungkin ditimbulkan oleh berbagai situasi. Sekelompok individu yang berbeda menilai sifat emosional dari jeritan tersebut dan mengklasifikasikannya ke dalam kategori yang berbeda. Saat peserta mendengarkan jeritan, aktivitas otak mereka menjalani pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) untuk memantau bagaimana mereka merasakan, mengenali, memproses, dan mengkategorikan suara.
“Bagian otak frontal, auditori, dan limbik menunjukkan lebih banyak aktivitas dan konektivitas saraf saat mendengar jeritan menyenangkan daripada saat memproses panggilan jeritan ketakutan,” jelas Frühholz.
Sebelumnya diasumsikan bahwa sistem kognitif manusia dan primata dirancang khusus untuk mengenali ancaman dan sinyal bahaya dalam bentuk jeritan. Berbeda dengan primata dan spesies hewan lainnya, bagaimanapun, teriakan manusia tampaknya menjadi lebih beragam selama evolusi manusia – sesuatu yang dianggap Frühholz sebagai lompatan besar evolusi.
“Sangat mungkin bahwa hanya manusia yang berteriak untuk menandakan emosi positif seperti kegembiraan atau kesenangan yang luar biasa. Dan tidak seperti panggilan alarm, jeritan karena kesenangan menjadi semakin penting dari waktu ke waktu,” katanya.