Jrebeng, Pelabuhan Era Majapahit hingga Kolonial

Yupiter Sulifan

Jrebeng, Pelabuhan Era Majapahit hingga Kolonial

Jrebeng (biasa diucapkan , ada huruf n didepan huruf J) merupakan salah satu dusun di desa Sidomulyo kecamatan Jawa Timur.

Jrebeng salah satu wilayah paling utara di kecamatan Krian menyimpan cerita sebagai pelabuhan untuk mengangkut komoditas yang ada di wilayah Krian dan sekitarnya.

Perkiraan pelabuhan Jrebeng yang dilihat dari peta satelit google
Perkiraan pelabuhan Jrebeng yang dilihat dari peta satelit google

“Dengan kondisinya sekarang ini orang mungkin sudah tidak mempercayai bahwa di tempat ini dulu pernah berdiri sebuah pelabuhan sungai.

Dari buku Poppoh dan Watoetoelis disebutkan bahwa pabrik gula Watoetoelis mengangkut gula untuk diekspor melalui pelabuhan Jrebeng,” ujar Agung Pribadi, salah seorang pegiat komunitas Sidoarjo Masa Kuno.

Potret udara pelabuhan Jrebeng pada masa lalu. (sumber foto komunitas Sidoarjo Masa Kuno)
Potret udara pelabuhan Jrebeng pada masa lalu. (sumber foto komunitas Sidoarjo Masa Kuno)

Disebutkan pula bahwa selain mengangkut gula, Jrebeng juga mengangkut aneka hasil alam, garam diantaranya.

Di sebelah utara wilayah dusun Jrebeng terdapat daerah namanya Pasinan yang artinya kurang lebih penghasil garam. Apakah benar Pasinan juga daerah penghasil garam?

Dari data yang ada di tahun 1915 sebelum angkutan gula di angkut di stasiun Kedinding, melalui Pelabuhan Jrebeng.

“Terus untuk jalan dari Watoetoelis ke Jrebeng ini lewat manakah? Apakah jalan Gubernur Priyo Sudarmo saat ini, itu merupakan jalan kuno yang tersambung ke jalan Krian Prambon ataukah ada jalan kanal yang ditarik oleh hewan? Ini masih perlu penelusuran lebih lanjut,” ujar Agung.

Di tempat tersebut juga konon ditemukan juga pathok dekat sungai.

Bisa jadi itu tempat yang disebut “jruk” salah satu nama desa penyebrangan sungai di prasasti Canggu yang biasa disebut dengan Nadhitira Pradeca.

Lempeng prasasti Canggu yang berisi Naditira Pradesa. (sumber foto nationalgeograpic)
Lempeng prasasti Canggu yang berisi Naditira Pradesa. (sumber foto nationalgeograpic)

Naditira Pradesa (desa-desa tepian sungai dan penambangan/penyeberangan) diantaranya; 

Lempengan/Plate 5 (?), recto] nusa, i temon, parajengan, i pakatekan, i wunglu, i rabutri, i bañu mrdu, i gocor, i tambak, i pujut, i mireng, ing dmak, i klung, i pagdangan, i mabuwur, i godong (?), i rumasan, i canggu, i randu gowok, i wahas, i nagara, / i sarba, i waringin pitu, i lagada, i pamotan, i tulangan, i panumbangan, i jruk, i trung, i kambang çri, i tda, i gsang, i / bukul, i çurabhaya,  Muwah prakaraning naditira pradeça sthananing anambangi i madanten, i waringin wok, i bajra pura, i / sambo, i jerebeng, i pabulangan, i balawi…(dan seterusnya…).

Dalam prasasti Canggu, di masa raja Hayam Wuruk (1358), menyebut nama-nama Naditira Pradesa (desa di tepian sungai yang mengelola penyeberangan).

Setidanya ada 56 titik lokasi panambangan (pelabuhan penyeberangan) yang disebut dalam prasasti Canggu.

Prasasti Canggu ini juga sebagai bentuk penghargaan kepada desa-desa tersebut karena kala itu masyarakatnya sangat ramah terhadap alam dan bumi yang mereka pijak, yang dilalui bengawan besar bernama Bengawan Solo.

Disebut prasasti Canggu karena ditemukan di daerah Canggu Mojokerto.

Juga dikatakan prasasti Trowulan I karena tercatat sebagai prasasti yang kali pertama ditemukan di tlatah Trowulan, eks ibukota kerajaan .

Prasasti yang berisi tentang perintah Raja untuk pelayanan jasa tambangan (anambangi) atau penyeberangan/ferry di seluruh mandala pulau Jawa ini, sebetulnya juga mengilustrasikan sungai sebagai jalur transportasi utama dari hilir ke hulu dan sebaliknya di masa lalu.

Sebagai jasa tambangan (penyeberangan atau ferry) nampak pada aktivitas manusia dari jaman ke jaman yang berjasa menghubungkan wilayah di tepi sungai yang satu ke tepi sungai lainnya.

Sehingga berlangsunglah urusan orang orang yang berada di kedua tepian sungai itu, mulai dari urusan dagang, ekonomi, sosial, budaya hingga keagamaan.

Peta Jrebeng pada masa kolonial (sumber foto komunitas Sidoarjo Masa Kuno)
Peta Jrebeng pada masa kolonial (sumber foto komunitas Sidoarjo Masa Kuno)

Ternyata hingga di era moderen abad ke 21 ini, jasa tambangan masih dijumpai di beberapa titik di tepian sungai, baik Sungai Brantas maupun Bengawan Solo (Wulayu), utamanya di desa-desa yang tersebut pada prasasti Canggu sebagai Naditira Pradeca.

Tambangan-tambangan itu adalah wujud peninggalan peradaban maritim Majapahit.

Tak terkecuali Jrebeng yang hingga kini masih bisa kita temui jasa penyeberangan atau nambang.

Ini ada di sekitar jembatan Legundi (Sidomulyo Krian – Legundi Gresik).

Mungkin, pihak pemerintah perlu membuat suatu pertanda bahwa tempat tersebut dulunya merupakan suatu kawasan dermaga tradisional kuno. Semoga.

 

Follow Digstraksi di Google News

Baca Juga

Rekomendasi