LINGKUNGAN adalah keadaan sekitar manusia yang harus dijaga dan diperhatikan selalu kondisinya. Dengan dengan lingkungan inilah manusia hidup dan tumbuh kembang.
Tidak bisa hanya dilihat dan diniikmati saja keindahannya tanpa memikirkan dan merawatnya. Karena bila kebanyakan kita abai, maka ia pun akan abai.
Salah satu diantara sekian banyak perusak lingkungan adalah “sampah” sudah terlalu banyak masalah yang ditimbulkan akibat menganggap “biasa” perilaku buang sampah sembarang!
Padahal bila terjadi suatu wabah penyakit masal, salah satunya adalah lingkungan yang kotor disebabkan pembuangan sampah yang tidak tertib, seperti, buang sampah di kali, padahal uang buat nyicil motor, nonton bioskop ada, tapi kalau buat bayar uang sampak tak ada!
Tadinya orang yang bisa buang sampah di kali, di lahan kebun kosong, di pinggir-pinggir jalan, mereka mengira “Ah hanya aku seorang yang buang sembarangan.”
Dan ternyata perbuatannya itu menjadi contoh bagi yang lain, “Oh di situ boleh buang sampah.” Hingga menjadi tumpukan sampah yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh pelaku pertamanya.
Sampai-sampai di tembok yang mengitari kebun atau di jalan-jalan yang biasa menjadi objek buang sampah sembarangan tertulis, “KETAHUAN BUANG SAMPAH DI SINI MATI!” saking kesalnya pemilik kebun atau orang-orang memang dapat amanah untuk menjaga kebersihan lingkungan tersebut.
TERKADANG teknologi malah membuat bodoh! Penggunanya.
Walau tidak semua, sebagian saja. Kaitannya dengan orang generasi terdahulu yang minim gadget canggih seperti sekarang ini.
Mungkin anggapan hari ini lebih maju, baik dari lingkungannya, etika, tapi bagaimana keadaan “sungai” kita?
Apakah baik-baik saja? Dulu sungai kita tidak tercemar seperti sekarang ini, yang dimana katanya sudah lebih maju ketimbang masa lalu.
Generasi terdahulu mungkin minim teknologi, tapi bersama mereka “sungai” kita baik-baik saja!
Sampah hari ini sudah sangat memperihatinkan, buktinya pada 24 Februari 2021,kanal bisnis.com menyatakan volume sampah Ibu Kota mencapai 8000 ton per harinya, sebagimana yang dikatakan oleh Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan, Diperkirakan 3 tahun kedepan akan kolaps, artinya tempat penampungan sampah yang biasanya tidak akan lagi sanggup menampung sampah.
Kalau sudah begitu, harusnya kita sebagai penduduk bumi, harus lebih peka lagi. Terutama para generasi milenial nih.
Kenapa kok harus milenial yang paling disorot? Karena mereka lebih berenergi ketimbang orang tua hari ini yang sudah termakan usia.
Sudahi saja budaya “saling menyalahkan!” Itu sangat miris sekali. Yang muda menyalahi orang tuanya, mereka mengeluh akan kondisi mereka hari ini, mereka mengganggap beratnya tantangan mereka karena ulah perbuatan orang tua mereka.
Yang tua pun begitu, mereka terus-terusan mengkritisi tingkah anak-anaknya yang betah banget di depan Laptop, hp, dan media lainnya.
Padahal mereka itu sedang bekerja. Dan kenapa engga saling rangkul aja dalam satu titik fokus bersama “penanggulangan sampah”.
Seandainya gerakan peduli lingkungan melalui “Peduli kemana dan bagaimana sampah itu harus berakhir?” Mungkin bumi akan memberikan timbal balik yang semisal, bahkan lebih dari kepedulian kita.
Dan akan lebih hebat lagi kalau peduli tentang sampah ini menjadi “life style” para milenial hari ini. Jadi jangan sampai kita punya gaya hidup yang sedkit efek kebaikannya bagi manusia sekitar, misalnya “gaya hidup konsumtif dan hedonis”.
Lihat orang lain punya sesuatu, dia ingin juga, padahal orang lain membeli karena alasan “kebutuhan bukan keinginan. Coba bayangkan bila konsumtif dan hedonis menjangkiti kita tua dan muda, enggak kebayang seperti apa sampah itu jadinya.
Kalau, bukan kalau lagi, tapi sudah banyak sampah yang berhamburan bukan pada tempatnya, dan lagi-lagi yang buang ngerasanya, “ah cuman saya aja yang seperti ini”.
Nah kalau udah begitu mental yang terbangun di masyarakat, harus ada gerakan masif dari pemerintah, misal yang buang sampah didenda, dihukum mungutin sampah sepanjang jalan 1 KM sambil diawasi pengawas, menanam 10 pohon dan harus dirawat sampai rimbun.
Jadi enggak bisa kita hanya pajak-pajak dan pajak lagi terus dan terus. Tapi harus ada pemantauan langsungnya. Ini benar-benar bukan masalah sepele! Kita bisa mengklaim bahwa sekarang sedang terjadi atau bahkan sedang musim virus tertentu, lalu sibuk dengan perawatan orang yang terjangkiti, kenapa engga sibuk dengan “sampah!” Atau sampah tidak dianggap sumber virus dan penyakit?
Setelah kita menyudahi perseteruan yang hampir tiada ujungnya bila dituruti. Alangkah lebih baiknya kita membuat sebuah gerakan kecil dimulai dari diri sendiri, tidak usah terlalu banyak polah dengan berbagai “slogan” tapi tanpa “tindakan”.
Lebih baik buat tindakan nyata walaupun sederhana. Seperti yang dikatakan smartcity.jakarta.co.id :
memilah sampah sebelum dibuang, jangan sisakan makanan dan minuman, biasakan membawa kantung belanja sendiri, memberikan barang yang tidak terpakai kepada orang lain, yang terakhir, mendaur ulang sampah yang bisa didaurulang.
Terlihat remeh, tapi coba kita lakukan itu minimal dari diri kita dulu, karena contoh perbuatan lebih berkesan dari hanya sekedar slogan.