Propaganda politik selalu menjadi satu elemen yang selalu ada baik secara tersirat maupun tersurat pada beberapa masalah dalam beberapa tahun terakhir seperti pemilu ataupun perdebatan seputar pembatasan virus corona.
Didorong oleh lanskap industri media dan maraknya penggunaan media sosial, propaganda politik terus dilancarkan pihak-pihak tertentu.
Propaganda politik sendiri bukan hanya sekedar retorika yang menghasut untuk melemahkan musuh politik, melainkan kekuatan besar yang dimaksudkan untuk memicu ketakutan dan kecemasan sekaligus memecah masyarakat.
Apa itu propaganda politik?
Propaganda politik adalah informasi palsu yang disebarkan untuk merugikan dan memajukan tujuan politik.
Propaganda jelas berkaitan dengan misinformasi dan disinformasi yang sengaja disebarkan demi membelokkan pemahaman orang tentang suatu masalah dan mencapai tujuan politik.
Misinformasi sering kali dimaklumi dan dilindungi oleh hak kebebasan berbicara di negara demokratis.
Apalagi pihak yang menyebarkan informasi keliru bisa saja mengaku bahwa ia tidak sadar bahwa informasi yang disebarkannya adalah salah.
Tetapi disinformasi, yang dapat memiliki efek negatif yang parah pada proses demokrasi, jelas bukan kebebasan berbicara.
Jadi propaganda, sebagai bentuk disinformasi, tidak bisa berlindung dibalik hak berbicara.
Propaganda politik bukanlah hal baru. Pemerintah telah menyebarkan propaganda untuk memajukan tujuan politik sejak zaman kuno.
Misalnya, lebih dari 2.000 tahun yang lalu, Oktavianus menjalankan kampanye propaganda yang keras untuk menghancurkan saingannya, Mark Anthony, dan menjadi kaisar Roma.

Perbedaan terbesar dalam propaganda politik masa kini dan masa lalu ada dalam jangkauannya.
Berkat internet, media sosial, dan juga media massa yang menyukai hal-hal sensasional, propaganda politik dapat menjangkau lebih banyak orang dengan lebih cepat dan jauh lebih mudah di era modern.
Tapi propaganda politik bukan hanya alat untuk menyesatkan orang.
Elemen kunci dari propaganda adalah menabur ketidakpercayaan, membuat masyarakat bingung tentang siapa yang harus dipercaya.
Dalam jangka menengah dan panjang, hal ini menyebabkan banyak orang mempersetankan diskusi tentang politik sebab terlalu sulit bagi mereka untuk percaya pada informasi atau pihak manapun.
Jika hal ini dibarengi dengan banyaknya media yang kehilangan independensi, masyarakat akan lebih sulit mendapatkan informasi yang akurat.
Teknik propaganda politik
Propaganda politik cenderung berbasis rasa takut, memicu ketidakpastian dan kegelisahan di antara penerima informasi mengenai hal-hal yang dipandang sebagai basis kehidupan seperti agama, kesejahteraan, lapangan kerja, atau budaya.
Orang cenderung menjadi lebih sensitif dan mudah percaya informasi yang dibuat-buat mengenai ancaman terhadap hal-hal tersebut.
Propaganda sering kali sensasional. Kata-kata seperti ‘ancaman’, ‘dijajah oleh asing’, ‘hancur’, dan sebagainya yang terkesan ekstrem jika dicermati baik-baik malah terkesan tidak masuk akal sebab ketika informasi yang sama ditulis dengan cara ‘normal’ oleh media yang netral, berita tidak terkesan menakutkan.
Ada beberapa teknik yang digunakan oleh para propagandis politik untuk membuat propaganda mereka lebih dapat dipercaya, yakni:
1. Latah dan ikut-ikutan
Para propagandis berusaha meraup suara lebih banyak dari rakyat dengan memanfaatkan mental mereka yang suka ikut-ikutan.
Mereka bisa mengatakan bahwa kandidatnya atau partai mereka didukung oleh mayoritas (terlepas itu benar atau tidak), dan dengan begitu masyarakat diharapkan memberikan dukungan yang sama.
Ikut melakukan sesuatu hanya karena banyak orang melakukannya semacam ini dikenal dengan istilah ‘jump on the bandwagon’.
Secara sederhana, inti dari propaganda mereka sebenarnya hanya berisi pesan, “Kandidat kami didukung banyak orang lho, masa kamu tidak dukung kami juga? Kamu harus pilih kandidat kami!”
2. Teknik banding terhadap rasa takut
‘Dengan membuat orang takut pada rival Anda, maka orang pasti akan mendukung Anda’
Begitulah prinsip mereka, membangun citra seolah rival atau lawan politik mereka adalah pihak yang membahayakan aspek kehidupan rakyat.
Misal, dalam pemilihan umum nasional, para propagandis menyebarkan ketakutan, “Jika si A berkuasa maka umat beragama akan dipersulit ibadahnya, rezim tidak akan ramah pada umat beragama, karena itu pilihlah kandidat kami!” Ini terjadi Indonesia juga, bukan?
3. Kebohongan besar
Sadar atau tidak, sebuah kebohongan yang terus ditanamkan secara rutin, lama kelamaan akan ‘terasa’ seperti sebuah kebenaran.
Propagandis akan meyakinkan masyarakat dengan cara menyebar kebohongan, atau membesar-besarkan suatu insiden yang sebenarnya sangat remeh dan bahkan menyebar narasi yang cacat logika tapi dipercaya oleh orang awam yang cenderung kurang berpendidikan.
Bagaimana propaganda politik menggunakan media sosial?
Munculnya media sosial telah menjadi hal yang menguntungkan bagi propaganda politik.
Propagandis menggunakan platform ini sebagai saluran alternatif untuk media berita karena gratis, mudah, dan memungkinkan mereka menjangkau segmen populasi tertentu yang berpotensi mendukung propaganda mereka.
Ada juga teknik dalam media sosial yang membantu, seperti penggunaan akun palsu atau troll untuk membantu menyebarkan pesan mereka atau memberikan kredibilitas.
Alasan lain mengapa propaganda politik tumbuh pesat di platform media sosial berkaitan dengan kebohongan dan gaya penyampaian yang hiperbola.
Semakin sensasional sebuah postingan, semakin besar kemungkinan untuk dibaca dan dibagikan oleh orang lain.
Ini juga sangat menguntungkan media online ‘nakal’ untuk meraup keuntungan dari click netizen yang terpancing oleh judul clickbait.
Jadi wajar untuk mengatakan bahwa media sosial telah terlibat dalam pertumbuhan dan penyebaran propaganda politik.
Bagaimana Anda bisa mengenali dan menolak propaganda politik?
Meningkatkan literasi media masyarakat, adalah cara yang baik untuk membantu masyarakat memahami propaganda politik.
Begitu juga dengan pengecekan fakta dan menandai artikel atau postingan media sosial yang mungkin tidak kredibel.
Akan tetapi ini bukan hal yang mudah, sebab para pemalas dan bebal hanya akan percaya pada informasi yang sesuai dengan selera mereka, bukan percaya pada informasi yang ‘perlu’ mereka pahami.
Dengan begitu platform pengecekan fakta yang bisa kita akses secara online tidak bisa menyelamatkan mereka dari propaganda politik.
Hal lain yang bisa dilakukan adalah mengubah faktor lingkungan yang memungkinkan propaganda berkembang dan menjangkau orang-orang awam yang mungkin rentan terhadap propaganda.
Algoritma, media swasta yang berkualitas dan independen, lembaga penyiaran publik yang memiliki sumber daya yang baik akan meningkatkan kemungkinan masyarakat mendapatkan berita yang faktual dan bisa dipercaya.
Pada akhirnya, media yang kuat berarti demokrasi yang kuat, dan ini adalah sesuatu yang harus didukung oleh publik.
Tetapi untuk menciptakan itu, propaganda politik harus dilawan dengan cara yang dapat menjangkau masyarakat untuk dapat memahami propaganda yang meresahkan tersebut.