Pupuh, Salah Satu Sastra Kuno Dari Tatar Pasundan

Ind Radeta

Pupuh, Salah Satu Sastra Kuno Dari Tatar Pasundan

Pupuh merupakan salah satu produk budaya sunda berupa syair atau nyanyian yang memiliki patokan yang unik dalam satu “bangunan” pupuh itu sendiri.

Patokan yang dimaksud bukan sebatas pada nada yang dilantunkan ketinya menyanyikan pupuh, tetapi dalam segi bentuk, isi, bunyi vocal /rima bahkan hingga sifat atau watak pupuh itu sendiri.

Kesenian pupuh ini biasa digunakan dalam berbagai pagelaran kesenian sunda semisal sebagai pendukung meriahnya pagelaran wayang golek, cerita-cerita tradisional (wawacan) bahkan dalam ritual-ritual budaya seperti dalam sawér pengantin dan ritual lainnya.

Beberapa istilah yang terdapat dalam satu bait pupuh diantaranya:

  1.  “Pada” memiliki arti Bait. Jadi ketika satu pupuh disebut sapada itu bermakna satu bait.
  2. “Padalisan” memiliki arti baris. Jadi dua baris disebut dua padalisan.
  3. “Éngang” memiliki arti bunyi vocal terakhir pada tiap kata.
  4. “Guru Wilangan” memiliki arti jumlah suku kata.
  5. “Guru Lagu” memiliki arti bunyi vocal terakhir pada setiap baris pupuh.

Keunikan pupuh ini adalah patokan yangat ketat dalam setiap struktur yang membentuk satu pupuh. Diantaranya:

  1. Satu bait pupuh diatur jumlah padalisan (baris)nya, ada yang dipatok memiliki tiga baris, empat baris, enam baris, sepuluh baris dan lain-lain tergantung pupuh-nya;
  2. Dalam setiap padalisan (baris) diatur jumlah guru wilangan (suku kata-nya);
  3. Dalam setiap padalisan diatur guru lagu-nya (bunyi vocal terkhir padalisan);
  4. Dalam setiap padalisan ada aturan tentang engang (bunyi vocal pada penggalan kalimat tertentu);
  5. Setiap pupuh memiliki karakter tersendiri, semacam watak jadi tidak bisa seenaknya membuat pupuh dengan watak atau cerita yang bersebrangan dengan patokan yang ada;
  6. Terakhir tentu saja setiap pupuh memiliki nada tersendiri dalam menyanyikannya.

Keunikan lain dari pupuh adalah tidak memiliki syair yang tetap, jadi kita bisa mengubah syair dari pupuh sesuai dengan kehendak kita yang kita sesuaikan dengan kebutuhan atau cerita yang dibawakan tetapi tentu saja dengan mematuhi patokan-patokan yang berlaku.

Misal jika syair yang diceritakan bersifat kesedihan atau tragedi, maka bisa menggunakan pupuh Maskumambang atu Mijil atau jika yang diceritakan adalah kisah yang jenaka bisa menggunakan pupuh Ladrang atau Lambang.

Dalam kesenian sunda, Pupuh sendiri terdiri dari 17 buah pupuh yang memiliki dan dibagi  memjadi dua bagian yaitu Sekar Ageung dan Sekar Alit.

Sekar Ageung Terdiri dari :

  1. Kinanti
  2. Sinom
  3. Asmarandana
  4. Dangdanggula

Sekar Alit terdiri dari:

  1. Balakbak
  2. Durma
  3. Gambuh
  4. Gurisa
  5. Jurudemung
  6. Ladrang
  7. Lambang
  8. Magatru
  9. Maskumambang
  10. Mijil
  11. Pangkur
  12. Pucung
  13. Wirangrong

CONTOH PUPUH

MAGATRU

Coba teguh naon nu sukuna tilu (12-u)

Panon opat henteu galib (8-i)

Leumpang rumanggieung laun (8-u)

Éstuning ku matak watir (8-i)

Dongko bari aha-oho (8-o)

Terjemah:

Coba kau tebak, apa yang kakinya tiga

Matanya empat, tidak lazim

Kalau berjalan, pelan seperti hendak rubuh

Bungkuk, sambil uhuk-uhuk

Follow Digstraksi di Google News

Baca Juga

Rekomendasi