(Awas, review ini mengandung spoiler!)
Film “Fiksi” merupakan film thriller asal Indonesia yang disutradai oleh Mouly Surya dan rilis pada tahun 2008. Fiksi menceritakan seorang perempuan kaya raya bernama Alisha (Ladya Cheryl) yang memiliki masalah keluarga dengan ayahnya. Ia merasa bosan dengan hidupnya karena lebih sering mendekam di rumahnya. Ketika pergi ke luar pun, ia selalu diawasi oleh supirnya.
Suatu ketika, ia melihat seorang lelaki gondrong bernama Bari (Donny Alamsyah) yang sedang membersihkan kolam renang rumahnya. Alisha pun tertarik dengan lelaki itu dan mengikutinya hingga ke rumah susun tempatnya tinggal.
Alisha memutuskan untuk kabur dari rumahnya dan tinggal bersebelahan dengan Bari. Di sana, Mia—nama samaran yang digunakan Alisha—menjadi dekat dengan Bari.
Pria itu bercerita bahwa ia menulis cerita fiksi berdasarkan kisah orang-orang yang tinggal di rusunnya. Namun, cerita itu tidak pernah usai lantaran tokoh di kehidupan nyatanya masih menjalani kehidupannya dengan normal tanpa ada penyelesaian masalahnya. Alisha pun ingin membantu Bari menyelesaikan ceritanya, tapi dengan cara yang sangat menyimpang.
Alisha si Psikopat
Karakter Alisha di film ini mencerminkan psikopat yang sesungguhnya. Ia tidak ragu dan dengan mudahnya menghilangkan nyawa orang lain—bahkan nyawanya sendiri—hanya demi tujuan sepele: membantu Bari menyelesaikan ceritanya. Bahkan, di penghujung cerita ia membunuh dirinya sendiri hanya untuk memberikan epilog yang bagus untuk cerita Bari.
Ia digambarkan sebagai gadis yang pendiam, dingin, misterius, dan tidak memiliki empati. Sifat itu terbentuk barangkali karena ia memiliki trauma masa lalu. Ketika ia masih kecil, ia menyaksikan ibunya menembak dirinya sendiri di depan matanya.
Setelah peristiwa tragis itu pun, ia hanya menghabiskan hari-harinya dengan mendekam di rumah. Tidak kuliah, tidak bekerja, dan kehidupannya selalu diawasi 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Semua hal itu jelas berpengaruh pada kondisi psikologisnya, yang akhirnya membuat ia memiliki gangguan kejiwaan.
Ketika menonton film “Fiksi”, penonton tidak akan tahu apa yang akan dilakukan oleh tokoh utama. Saya selalu dibuat terkejut dengan aksi “berdarah”-nya yang terkesan dilakukan dengan sangat tenang dan mudah.
Jantung saya berdegup kencang saat membayangkan apa saja yang akan dilakukannya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya selama menonton film. Saat ia akan melakukan aksinya, saya sering kali secara tidak sadar menahan napas karena ketegangan yang dibangun.
Film “Fiksi” masih meninggalkan bekas di hati saya. Ketegangan dan rasa heran yang saya dapatkan masih terasa sampai sekarang. Ketika nanti saya bertemu perempuan yang pendiam, dingin, dan misterius seperti Alisha, bisa jadi bulu kuduk saya akan berdiri. Mungkin.