Dalam sejarah perkembangan dunia, perang memang menjadi salah satu kejadian yang paling banyak disorot.
Jauh sebelum peradaban manusia berkembang seperti sekarang ini, perang memang menjadi salah satu cara pemecahan masalah, baik itu terkait dengan permasalah harta, kekuasaan, hingga penyebaran agama atau ajaran tertentu.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peralatan perangpun mengalami perubahan yang sangat signifikan.
Jika pada zaman sebelum masehi hingga pada abad ke 18 perang hanya menggunakan senjata fisik seperti pedang, tombak, atau panah, maka pada abad ke 19 berkembang menjadi berbagai senjata canggih dan modern seperti senjata api, kendaraan lapis baja, hingga bom nuklir.
Namun hal yang perlu kita cermati dalam sejarah perang yang telah berlangsung dalam sejarah peradaban manusia dulu hingga kini, adalah penggunaan senjata biologis dalam beberapa kasus peperangan.
Terlepas dengan perdebatan tentang benar tidaknya hal tersebut terjadi, serta siapa pelaku, dan apa alasannya, namun kenyataan penggunaan senjata biologi memang benar adanya.
Berikut berapa sejarah dan fakta menarik terkait penggunaan senjata biologi dalam perang:
1. Perbedaan senjata biologi dan kimia
Menurut World Health Organization (WHO), senjata biologi adalah senjata yang bekerja dengan melepaskan mikro-organisme yang mampu menimbulkan penyakit berbahaya bagi makhluk hidup lainnya, sedangkan senjata kimia adalah senjata yang mampu menyebarkan racun kimia yang mematikan, atau paling tidak mampu melumpuhkan dan meninggalkan luka parah bagi makhluk hidup yang menyentuhnya.
2. Awal penggunaan senjata biologi
Dikutip dari KOMPAS.com tanggal 22 Maret 2022, Penggunaan senjata biologis secara sederhana ternyata sudah ada sejak beberapa abad yang lalu.
Tahun 1155, Kaisar Barbarossa pernah meracuni sumur air dengan potongan tubuh manusia di Tortona, Italia.
Pada tahun 1346, bangsa Mongol pernah melemparkan jasad yang terinfeksi melewati dinding Pelabuhan Caffa.
Perahu yang kembali dari pelabuhan tersebut menuju ke Italia dipercaya menjadi penyebab menyebarnya wabah Black Death, atau wabah yang sempat menjadi wabah di eropa, hingga membunuh satu per tiga penduduk eropa.
Yang terakhir pada tahun 1495, dimana bangsa Spanyol pernah menjual wine yang dicampur darah pasien penyakit lepra kepada Italia.
3. Penggunaannya di era modern
Dikutip dari historia.id tanggal 04 Maret 2020, penggunaan senjata biologis di era modern memang masih kurang populer dibandingkan dengan penggunaan senjata konvensional dan senjata kimia.
Namun demikian, tercatat beberapa negara seperti Jerman Inggris, Jepang pernah menggunakannya.
Jerman pernah menjadi dalah negara terdepan yang mengembangkan studi bakteriologi dan memulai penggunaannya pada tahun 1915 dan 1917 untuk sabotase sistem distribusi hewan perang seperti kuda dan keledai militer dengan pemanfaatan bakteri antraks.
Inggris pernah mengujicobakan efektivitas bakteri antraks, serta memproduksi kue-kue mengandung spora antraks, untu berjaga-jaga jika jerman menginvasi Inggris.
Jepang pernah memproduksi ribuan kilogram bakteri antraks dan glanders, di tengah berkecamuknya perang pasifik.
Jepang bahkan mengembangkan bom-bom yang mengandung antraks yang sudah diujicobakan dampaknya ke manusia, yakni para tawanan perang sebagai kelinci percobaan.
4. Upaya Pelarangan
Upaya pelarangan pernah dilakukan, yang diinisiasi oleh Inggris dan Uni Soviet melalui “mediasi” PBB tanggal 10 April 1972 dalam Konvensi Senjata Biologis. Dari 183 negara, 109 meneken perjanjian, dan hanya 22 yang meratifikasinya. Namun faktanya saat ini, senjata biolgis tetap saja ada.
Zimbabwe tahun 1964-1979 pernah menggunakan bakteri kolera dalam perang kemerdekaan. Perang teluk (1990-1991) juga pernah menggunakan senjata biologis.
Terakhir adalah serangan terorisme dengan bakteri antraks di Washington DC, West Palm Beach, dan New York pada 2001.
Demikianlah beberapa sejarah dan fakta menarik terkait penggunaan senjata biologis.
Pada dasarnya, perang dengan baik itu senjata konvensional, kimia, ataupun biologis sama-sama menimbulkan banyak kerugian.
Intinya penyelesaian permasalahan melalui jalur diplomasi, adalah yang paling utama. Semoga kedamaian selalui menaungi kita semua.