Pemungutan suara atau pemilihan umum(pemilu) merupakan suatu proses yang telah lazim diketahui oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, pada Bab 1, pasal 1, ayat 1, pemilu didefinisikan sebagai:
Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilu di Indonesia bertujuan untuk memilih para wakil rakyat di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, para pemimpin daerah dari tingkat Provinsi hingga Kabupaten/Kota, serta untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Tidak berbeda dengan negara-negara lain yang menganut sistem demokrasi di masa kini.

Proses menentukan pimpinan dengan pemungutan suara, sebenarnya juga sudah dilakukan oleh beberapa kelompok peradaban manusia, dengan versi masing-masing. Misalnya, di India pada periode Weda yang berlangsung sekitar tahun 1500 Sebelum Masehi (SM) hingga tahun 500 SM, ada pemungutan suara yang dilakukan para gana (suatu organisasi suku) untuk memilih Raja yang berasal dari kelas Ksatria. Pemilihan umum juga dilakukan di Romawi Kuno, khususnya sekitar tahun 509 SM hingga tahun 27 SM ketika pemerintahan Romawi berbentuk Republik. Selain itu, proses pemilu juga dilaksanakan pada masa Yunani Kuno di beberapa polis (negara-kota) yang menganut sistem demokrasi, salah satunya adalah Athena.
Membahas pemilu di negara-kota Athena, tahukah Anda, bahwa ternyata selain untuk menentukan pejabat negara, ada “pemilu ostrakisme” di Athena yang justru digunakan untuk mengusir seorang warga negara?

Asal-Usul Istilah Ostrakisme
Istilah ostrakisme berasal dari kata bahasa Yunani “ostrakon”, yang ditulis dalam bahasa asli sebagai “ὄστρακον”. Ostrakon adalah sebutan untuk pecahan keramik, yang biasanya berasal dari suatu guci atau tempayan atau bejana dari tanah liat lainnya. Ostakron dalam bentuk kata jamak disebut sebagai “ostraka”.

Ostrakon inilah yang digunakan masyarakat Athena sebagai alat untuk menulis voting atau jajak pendapat. Ostrakon digunakan karena dianggap lebih murah dan lebih banyak tersedia daripada kertas papirus yang waktu itu diimpor dari Mesir.

Pelaksanaan dan Petugas Ostrakisme
Meskipun polis Athena menerapkan sistem demokrasi dari masa antara tahun 506 SM hingga 322 SM, ostrakisme hanya dilakukan hanya pada sekitar abad 5 SM, atau pada periode Yunani Klasik. Ostrakisme menjadi cara atau prosedur dimana warga Athena dapat diusir dari polis Athena selama sepuluh tahun. Cara tersebut dipakai untuk menetralisir pemikiran seseorang yang mengancam negara atau bertindak tiran, meskipun pada perkembangannya ostrakisme justru disalahgunakan para politisi untuk menyingkirkan lawan-lawannya.
Setelah ostrakisme dijatuhkan, warga negara yang “terpilih” tidak mendapatkan kesempatan untuk membela diri dan diberi waktu selama sepuluh hari untuk meninggalkan Athena. Warga negara yang dapat diusir, adalah warga Athena manapun, termasuk yang mempunyai jabatan tinggi. Harta benda warga yang dihukum tersebut tidak akan disita dan status sosialnya tidak akan dicabut. Namun bila warga tersebut mencoba untuk kembali ke Athena selama masa hukuman masih berlangsung, maka akan dikenai hukuman mati. Apabila sepuluh tahun telah berlalu, warga tersebut dapat kembali ke Athena.
Setiap tahun, pada bulan keenam –dari sepuluh bulan yang saat itu dipakai pada kalender Athena– 6000 orang anggota ekklesia atau majelis Athena akan berkumpul di bukit Pynx untuk menentukan apakah pada tahun itu ingin melakukan ostrakisme atau tidak. Bila mereka setuju untuk diadakannya ostrakisme, maka proses selanjutnya akan terjadi pada dua bulan ke depan –atau bulan kedelapan. Proses tersebut dilakukan di agora, atau tempat untuk pertemuan terbuka. Sebagian dari agora tersebut akan ditutupi dengan papan kayu untuk sementara, untuk menjaga kerahasiaan proses pemilu ostrakisme.

Proses pemilihan akan diadakan oleh 500 petugas pelaksana (boule) dan 9 archon atau pejabat administratrif tertinggi. Para warga Athena kemudian akan menuliskan nama warga negara yang ingin mereka asingkan di ostakron, kemudian ostakron memasukkan ke dalam urn (guci). Para petugas yang disebut sebagai phylai menjadi pengumpul ostraka dan memastikan tidak ada seseorang yang melakukan lebih dari satu kali pemilihan.

Selanjutnya, ostraka yang terkumpul akan dipisah dan disortir berdasarkan nama-nama yang sesuai. Nama yang muncul paling banyak dalam tumpukan ostraka akan dijatuhi hukuman ostrakisme. Namun, selain berdarkan hasil pemilu dengan nama terbanyak, ada kriteria tambahan bagaimana ostrakisme akan dilakukan. Ada dua sumber sejarah yang berbeda yang mencatat syarat tambahan ini:
- Menurut Plutarch dalam karyanya yang berjudul Life of Aristides, ostrakisme dianggap sah jika jumlah suara yang diberikan setidaknya mencapai 6000 suara.
- Menurut catatan Philochorus, agar ostrakisme dianggap sah maka subjek ostrakisme harus mendapatkan setidaknya 6000 suara untuk dikeluarkan.
Siapa Saja yang Dijatuhi Hukuman Ostrakisme dan Beberapa Amnesti
Sepanjang sejarah berlangsungnya ostrakisme, telah ada beberapa tokoh Athena yang telah dijatuhi ostrakisme, di antaranya:
- Hipparkhos putra Charmos, seorang saudara dari penguasa tiran Peisistratos. Dikenakan ostrakisme pada tahun 487 SM.
- Megakles putra Hippokrates, seorang keponakan dari Kleisthenes. Dikenakan ostrakisme pada tahun 486 SM, dan kemungkinan ia mengalamai dua kali ostrakisme. Hippokrates sendiri adalah salah seorang tokoh dalam sejarah medis, yang namanya merupakan asal istilah “Sumpah Hippokrates” dalam kedokteran.
- Kallixenos keponakan dari Kleisthenes dan pemimpin Alcmaeonids pada masanya. Dikenakan ostrakisme pada tahun 485 SM.
- Xanthippus putra Ariphron, ayah Perikles. Dikenakan ostrakisme pada tahun 484 SM.
- Aristides putra Lysimachus. Dikenakan ostrakisme pada tahun 482 SM. Ia merupakan dari politisi Themistokles, yang kemudian juga sama-sama dijatuhi hukuman ostrakisme.
- Themistokles putra Neokles. Dikenakan ostrakisme pada tahun 471 SM. Ia merupakan salah satu politisi yang sukses dan terkenal pada masa awal demokrasi Athena. Diperkirakan ia ikut terjun dalam Pertempuran Marathon melawan Persia. Ia menjadi tokoh kunci kemenangan angkatan laut aliansi Yunani mengalahkan angkatan laut Persia di Pertempuran Salamis pada Invasi Kedua Persia ke Yunani. Themistokles sebagai salah satu pemimpin aliansi Yunani menghadapi Persia di Pertempuran Salamis menjadi sumber inspirasi film 300: Rise of An Empire.
- Kimon putra Militiades. Dikenakan ostrakisme pada tahun 461 SM.
- Alkibiades putra Keinias. Dikenakan ostrakisme pada tahun 460 SM, kemungkinan mengalami dua kali ostrakisme.
- Menon putra Meneklides. Dikenakan ostrakisme pada tahun 457 SM.
- Thucydides putra Melesias. Dikenakan ostrakisme pada tahun 442 SM.
- Callias putra Dydymos. Dikenakan ostrakisme pada sekitar tahun 440-an SM.
- Damon putra Damonides. Dikenakan ostrakisme pada sekitar tahun 440-an SM.
- Hyperbolus putra Antiphanes. Dikenakan ostrakisme pada sekitar tahun 417-415 SM.

[**Mengapa Themistokles dijatuhi hukuman Ostrakisme? Dapat dibaca di artikel berikut ini: Artefak-Artefak Bawah Laut yang ditemukan di Salamis, Yunani, di Bekas Medan Pertempuran 2500 Tahun yang Lalu**]
Dari tokoh-tokoh yang mengalami ostrakisme, beberapa di antaranya mendapat amnesti, mereka diperbolehkan kembali meski masa hukuman belum berlangsung sampai dengan sepuluh tahun. Beberapa tokoh yang mendapatkan pengecualian adalah Xanthippus, Aristides, dan Kimon.
*Sumber-sumber referensi:
*Baca juga artikel dan karya RK Awan lainnya di sini*