Nasib Kota Metropolitan di Indonesia
Menjalani takdirnya sebagai sebuah metropolitan di negara berkembang, Surabaya memiliki segudang permasalahan akut. Mulai dari sumber air, kemacetan parah di banyak titik, sempitnya lahan untuk pengembangan fasilitas umum, pemukiman kumuh padat penduduk yang berpotensi jadi sarang kriminalitas, hingga rasa dahaga warga akan tempat wisata alam.
Keberhasilan Risma sebagai walikota dalam menutup Dolly, pusat transaksi seks terbesar se-Asia Tenggara nampaknya masih harus diuji. Khususnya mengenai pariwisata.
Surabaya menyusul Jakarta dalam hal kesulitan menciptakan obyek wisata alam karena sibuknya mengurusi tetek bengek lain yang memang juga sangat penting sebagai kota besar.
Para Migran Jumat-Minggu
Maka jangan heran jikalau Jumat sore selepas kerja atau Sabtu pagi bagi yang libur weekend, para warga kota buaya akan berbondong-bondong meninggalkan kota mereka yang penuh hiruk pikuk menuju obyek wisata mencari pelepasan jiwa.
Malang selama ini menjadi sasaran utama arek-arek Suroboyo dalam mencari kepuasan untuk sekedar melunturkan penat yang ada. Namun seiring dengan jalan tol buatan Presiden Jokowi dan semakin baiknya moda transportasi kereta api, maka berpetualan ke Jawa Tengah atau Jogja juga menjadi opsi yang banyak diambil.
Para citizen metropolitan Surabaya ini ingin menikmati nuansa pegunungan yang alami dengan sejuknya udara, sesuatu yang tidak mereka dapatkan selama ada di Surabaya.
Dan di hari Minggu pagi atau malam, mereka akan berbondong-bondong kembali ke asalnya, Surabaya untuk bersiap berjibaku di hari Senin.
Potensi Pariwisata
Sebenarnya Pemerintah Kota Surabaya sudah berusaha menjawab kebutuhan warganya akan obyek wisata ini. Namun Taman Bungkul yang terletak persis di sebelah jalan Darmo juga hanya itu-itu saja pemandangannya.
Sedang Pantai Ria Kenjeran nampaknya masih perlu banyak optimalisasi sebelum bisa bersaing dengan obyek wisata pantai di sepanjang Malang Selatan.
Walau begitu, Pantai Ria Kenjeran tetap sebuah potensi yang benar-benar wajib dikelola. Dengan menjaga kebersihan dan menambah spot kekinian yang digilai para milenial, yakni yang bersifat instagrammable mungkin bisa semakin mempercantik pantai tersebut.
Surabaya memang punya dua taman asri yang disebut Kebun Bibit. Cukup teduh dan luas, dan tempatnya juga strategis. Mungkin ini yang perlu ditingkatkan lagi supaya bisa lebih indah dan memuaskan dahaga warga kota.
Penambahan satwa lagi bisa menjadi sarana yang bagus untuk menjadikan kebun bibit sebagai rujukan taman edukasi yang tidak hanya memberikan kesejukan tetapi juga pembelajaran luar ruang untuk para pelajar sekolah di Surabaya dan sekitarnya.
Satu tempat lagi yang kiranya bisa dipercantik daerah di sepanjang sungai mulai dari Terminal Purabaya hingga Darmokali. Wilayah itu sangat cocok bila dikembangkan menjadi sebuah wisata sungai.
Kita rindu Indonesia punya kota dengan sungai dalam kota yang indah, bersih, dan layak untuk dijadikan wisata. Berbagai kota besar di dunia berhasil melakukannya, mampukah Surabaya? Pasti bisa asal dengan tekad yang kuat dan strategi yang jitu.
Mengandalkan mall yang bejibun di berbagai sudut kota terbukti sudah tidak efektif. Dengan semakin gencarnya anak muda melakukan transaksi jual beli lewat online, mall terancam akan kosong dan luntur daya tariknya. Beberapa mall sudah mengalaminya.
Justru pasar tradisional yang perlu untuk ditingkatkan, yakni pasar tradisional yang memiliki ciri khas seperti Beringharjo di Jogja atau Klewer di Solo. Bahkan sepanjang Jalan Tunjungan bisa juga dimaksimalkan menjadi semacam Malioboro sehingga memanjakan warga yang hobi jalan kaki.
Itulah tantangan bagi Metropolitan Surabaya untuk bisa menyediakan sarana wisata yang baik bagi warganya. Tentu kualitas dan kelas Surabaya akan meningkat bukan hanya sebagai kota besar hebat dibidang industri dan pendidikan, tetapi unggul dan kreatif dalam menciptakan peluang di bidang wisata.
[zombify_post]