Mengangkat sebuah cerita harian tentang sosial media dan internet dikalangan ibu-ibu, membuat film Tilik ini begitu menarik. Konflik yang dibicarakan begitu sederhana, namun sangat luwes dan menarik. Setiap orang yang menyaksikan pasti akan dibuat heboh dan merasa pernah mengalami, pernah melihat dan akan membenarkan kisah yang diceritakan dalam film Tilik ini.
Tilik merupakan sebuah film berdurasi pendek selama 32 menit. Film ini diproduksi oleh Ravacana Films, sebuah kelompok kolektif asal Bantul, Yogyakarta. Film tilik ini merupakan film berbahasa jawa dengan logat jawa Yogyakarta. Tilik sendiri artinya menjenguk orang sakit.
Cerita dimulai dengan serombongan ibu-ibu desa yang hendak menjenguk Bu Lurah yang dirawat di rumah sakit. Seperti kebiasaan di desa-desa, menjenguk orang sakit hampir selalu dilakukan berombongan, beramai-ramai, kendaraan pun seadanya. Seperti dalam film tilik ini pun begitu, rombongan ibu-ibu tersebut menyewa sebuah truk untuk pergi ke rumah sakit tempat Bu Lurah dirawat.
Dalam perjalanan perbincangan pun tak bisa dihindari. Sambil berpegangan bak truk mereka mulai membicarakan tetek bengek kehidupan sehari-hari. Kemudian seorang perempuan bernama Bu Tejo mulai membicarakan seorang gadis di desanya yang bernama Dian. Perbincangan diatas bak truk itu menjadi begitu menarik dengan tanggapan dari ibu-ibu lainnya.
Bu Tejo membicarakan perihal Dian, gadis desa yang sering jalan-jalan ke mol. Katanya, Dian juga sering terlihat ke hotel. Tak hanya itu, Dian pergi bersama om om, kata Bu Tejo. Untuk meyakinkan rekan-rekannya ia menyempatkan memperlihatkan foto-foto Dian melalui smartphonya.
Sebagian besar rombongan ibu-ibu tersebut menyetujui kata-kata Bu Tejo. Mereka juga sepakat jika Dian merupakan gadis yang tidak berperilaku baik, suka menggoda lelaki, dan pekerjaannya tidak benar. Segala yang dimiliki Dian saat ini, tentu didapatkan dengan tidak benar.
Tanggapan lain yang tidak menyepakati perkataan Bu Tejo ini datang dari seorang perempuan yang di panggil Yu Ning. Ia tak menyetujui apa yang dikatakan oleh Bu Tejo. Bahwa kabar yang di dapat Bu Tejo tidak dari sumber yang benar, hanya dari internet, media sosial.
Perdebatan antara Bu Tejo dan Yu Ning ini terjadi dalam sepanjang jalan menuju ke rumah sakit. Hingga dalam satu perjalanan, truk harus dihentikan oleh polisi karena ketahuan membawa penumpang. Truk itu kemudian di tilang oleh polisi, meski kemudian tak jadi di tilang karena polah tingkah rombongan ibu-ibu tersebut.
Sesampainya dirumah sakit mereka disambut oleh Dian di parkiran mobil. Dian langsung mengabarkan kalau Bu Lurah belum bisa dijenguk karena masih dirawat di ICU. Cibiran pun datang dari Bu Tejo dan ibu-ibu lainnya. Cibiran kepada Dian dan juga Fikri, anak Bu Lurah yang kemudian datang. Bu Tejo berseloroh jika Dian dan Fikri baiknya segera menikah saja. Dian dan Fikri tak menanggapi seloroh Ibu-ibu ini. Mereka hanya meminta maaf kepada ibu-ibu yang datang dan tak bisa bertemu dengan Bu Lurah.
Karena tak dapat bertemu dengan Bu Lurah, rombongan ibu-ibu tersebut kemudian berpamitan. Lantas Bu Tejo mengusulkan untuk mampir dulu ke Pasar Bringharjo. Kemudian cibiran pun di sampaikan kepada Yu Ning yang tadinya mengajak ibu-ibu untuk menjenguk Bu Lurah. Bu Tejo menganggap bahwa Yu Ning tidak memiliki informasi yang tepat mengenai kondisi Bu Lurah.
Di akhir film, Dian memasuki sebuah mobil sedan. Di dalamnya ada seorang lelaki paruh baya. Kemudian Dian mengatakan sudah tak kuat lagi menjalin hubungan rahasia. Dan kemudian mempertanyakan apakah Fikri bisa menerima jika ayahnya hendak menikah lagi.
Film tilik ini memang begitu menarik. Dengan cerita yang pendek dan konflik yang ringan namun berbobot akan membuat siapa saja yang menonton menikmati cerita ini, tertawa, geli, dan mengiyakan. Itulah fenomena sosial yang terjadi masyarakat kita. Pengaruh media sosial, internet, dan televisi sangat mempengaruhi dalam obrolan sehari-hari. Kisah-kisah itu digambarkan dengan begitu luwesnya dalam film Tilik ini.