Berikut ini adalah wawancara JUMP SQ dengan mangaka pencipta manga Spy x Family, Tatsuya Endo, bernama editornya Shihei Lin. Wawancara diterjemahkan oleh penulis artikel ini dari bahasa Inggris, dilengkapi dengan keterangan dan catatan seperlunya.
Bagian 1
Dalam JUMP SQ. edisi Juli 2014, kami menerbitkan one-shot Rengoku no Ashe, sebuah karya ambisius bergenre dark fantasy yang menggambarkan pengadilan penyihir!
Sehubungan dengan cetak ulang ini, kami meminta Endo-sensei untuk menceritakan kembali karyanya bersama editornya, Shihei Lin. Apa ada juga elemen SPY×FAMILY di dalamnya…!?
Inspirasi untuk Rengoku no Ashe
Endo: Saat itu, draft saya untuk serial di Jump SQ. baru saja ditolak dan saya tidak punya bahan apa pun, jadi saya mendapat ide membuat cerita tentang penyihir, yang selalu ingin saya lakukan.
Saya tertarik pada keberadaan “penyihir”, bukan yang disebut “gadis ajaib”, tetapi yang lebih realistis dan primitif (yang bersifat) religius.
(**Catatan penerjemah: Gadis ajaib ayau “mahou shojo” adalah adalah subgenre manga dan anime fantasi Jepang yang menampilkan gadis-gadis yang memiliki kekuatan magis atau kekuatan sihir**)
Pertemuan pertama kali
Endo: Saya tidak ingat sebagian besar karena saya sangat sibuk. Draf di Jump SQ. ditolak, tapi saya bisa menerbitkan one-shot sebagai gantinya, dan saat itulah saya memutuskan untuk menulis karya baru…
Lin: Karena jadwal saya sangat banyak, saya bertanya kepada Endo-sensei apa yang ingin dia gambar, dan saya ingat mengatakan, “Mari kita ambil cerita klasik yang bagus (*lihat bagian kedua dari komentar) dan menggambarnya dengan cara yang menarik yang hanya bisa disajikan dalam gambar manga”.
Kenangan-Kenangan pada saat berkarya
Endo: Kazue Kato (mangaka Blue Exorcist), Yuji Kaku (mangaka Hell’s Paradise: Jigokuraku), dan Sai Yamagishi (mangaka Moon Land) bergabung sebagai asisten. Selain itu, Kato-sensei bertemu Lin-san, yang juga editor yang menangani Blue Exorcist, yang membuat suasana menjadi canggung.
Lin: Sekarang aku berpikir, itu adalah kelompok yang luar biasa! Kato-sensei baru saja istirahat dari Blue Exorcist, dan aku bertanya-tanya mengapa dia bekerja sebagai asisten [tertawa].
Itu bisa disebut merupakan pengalaman yang lucu sekarang, tetapi pada saat itu situasinya benar-benar canggung. Namun, saya percaya karena Kato-sensei dan yang lainnya bekerja dengan kami, maka naskah manga itu akan menjadi sangat menarik.
Endo: Kato-sensei adalah asisten yang sangat berani, ia menggambar iblis dengan pulpen tebal [tertawa]. Sketsa awal juga berkesan bagi saya. Saya tidak bisa menentukan jalan ceritanya sampai deadline sketsa, jadi saya menggambar sketsa ninja [tertawa].
Bagian 2
Karya yang memengaruhi tulisan Anda
Endo: Ketika saya mengatakan “Saya ingin menggambar penyihir yang menggunakan ilusi dan sejenisnya di pertemuan, Lin-san, editor yang bertanggung jawab, merekomendasikan Majutsu (karya) Akutagawa Ryunosuke.
(**Catatan penerjemah : Majutsu yang berarti “Ilmu Sihir” adalah judul cerpen karya sastrawan Jepang terkenal Ryunosuke Akutagawa**)
Lin: Saya merasa Endo-sensei bisa memasukkan inspirasi yang dia dapatkan dari Ryunosuke Akutagawa ke dalam manganya sendiri.
Desain karakter untuk Bel dan Ashe
Visual
Endo: Bel (Teinburen) adalah seorang tokoh Templar Knight (Ksatria Templar). Saya juga melihat buku seni berjudul Bravely Default: Flying Fairy pada saat itu, dan menggunakan gaya pakaian (di buku) itu sebagai referensi.
Ashe adalah seorang penyihir, jadi saya memilih tricorn dan gaya gothic. Ada karakter di beberapa anime yang memiliki dua topi penyihir di kepalanya, dan itu sangat berkesan pada saya, jadi saya menggunakannya sebagai referensi.
Semua karakter saya buat sebagai karakter yang bersemangat, dengan tetap mempertahankan suasana yang realistis.
Karakterisasi
Endo: Saya mempunyai ide tentang seorang gadis yang berada dalam situasi yang sulit (Ashe – tokoh utama manga Rengoku no Ashe) dan seorang pemuda yang bersemangat (Bel) yang membantunya. Saya mencoba yang terbaik untuk membuat manga dengan tokoh utama laki-laki, tetapi orang-orang berpikir bahwa Ashe adalah karakter utama.
Lin: Apakah judul (Rengoku no Ashe) yang menentukan (keputusan) Anda (menjadikan karakter perempuan sebagai karakter utama)?
Endo: Bukannya saya sengaja menghindarinya, tapi saya merasa sulit untuk menggambar protagonis laki-laki karena suatu alasan.
Saya juga tidak terlalu peduli dengan Bel, dan saya berpikir, “Saya tidak terlalu menyukai pria ini” [tertawa].
Lin: Saya dengan antusias mengatakan, “Tolong buat karakter ini menjadi laki-laki yang baik!”
Endo: Saya pikir justru karena saya membuatnya menjadi pria yang terlalu baik, sehingga saya tidak bisa masuk ke dalam (karakter) dirinya, atau saya tidak menyukainya…
Lin: Dia terlalu “baik”, dan itulah yang membuatnya menarik! Panel di akhir cerita di mana dia berlinang air mata adalah scene yang bagus. Itu menunjukkan kepribadiannya.
Endo: Itu adalah bagian yang Lin-san inginkan untuk saya gambar [tertawa].
Adegan favorit
Endo: Adegan favorit saya adalah adegan di mana ada iblis kecil seperti daun yang terbang keluar dari kandang Ashe dan kemudian bergabung bersama untuk membentuk iblis raksasa.
Saya suka Leaf-chan karena ia lucu. Iblis raksasa itu digambar oleh Kato-sensei, dan kekuatanyaa sesuai dengan penampilannya!
Omong-omong, panel yang Kato-sensei serahkan tanggungjawabnya kepada saya yang membuat saya kesulitan adalah adegan dimana Bel memecahkan kandang Ashe dan menyelamatkannya.
Dia (Kato-sensei) berkata, “Saya tidak bisa melihat ekspresi karakternya” [tertawa].
Selain itu, saya suka efek suara “jiwah” Ashe di akhir manga dan di sampul depan. Untuk gambar sampul depan, saya merujuk pada sebuah buku lukisan Aubrey Beardsley yang kebetulan saya temukan.
(**Catatan penerjemah : Aubrey Beardsley (21 Agustus 1872 – 16 Maret 1898) adalah seorang penulis dan ilustrator Inggris. Karya ilustrasi Beardsley sendiri terinspirasi dari seni cetak balok kayu Jepang.**)
Tantangan dalam berkarya
Endo: Tidak seperti serialisasi saat ini di Shōnen Jump+, ada batasan jumlah halaman, tetapi karena materi cerita, saya harus menyusun komposisi yang diatur dengan ketat.
Saya ingat bahwa saya tidak bisa melakukannya dengan benar, jadi saya harus memotong banyak hal.
Saya juga menggambar desain semua karakter dengan sangat detail sehingga sulit untuk menggambar naskahnya (tertawa).
Ketika saya mendesain, itu menyenangkan dan saya akan bersemangat, tetapi ketika tiba di tahap pembuatan naskah…. Saya telah belajar dari ini dan mencoba membuat desain yang sederhana untuk karya serialisasi [tertawa]
Pendapat setelah karya selesai
Endo: Ini adalah naskah analog terakhir saya, jadi saya merasa melankolis. Juga…kelirnya sulit dilihat, saya lupa mengisi beberapa panel, dan saya lupa menggambar jubah Ashe di spread [tertawa]. Saya suka genre fantasi. Saya pikir itu adalah genre yang menyenangkan untuk digambar.
(**Catatan penerjemah : analog adalah proses pembuatan manga tanpa alat-alat digital. Spread adalah gambar manga yang digambar pada lebih dari satu halaman.**)
Tanggapan untuk Rengoku no Ashe pada saat perilisannya
Endo: Saya membuat akhir cerita yang begitu happy ending, dan saya pikir itu diterima dengan cukup baik. Reaksi terhadap kebaikan hati Bel tidaklah buruk, dan saya berpikir, “Saya mengerti…”.
Saya telah berpikir bahwa Bel gagal. Saya tidak berpikir dia adalah pilihan yang salah untuk manga ini, tetapi saya tidak menyukainya karena alasan saya sendiri [tertawa]. Juga, saya sebenarnya menantikan komentar di Shōnen Jump+ karena saya tidak melihat banyak tanggapan di SNS saat dipublikasikan di Jump SQ.
Ashe dan Anya
Endo: Saya benar-benar hanya mengadaptasi desain tanpa memikirkannya, hanya karena kesamaan “kemampuan” mereka [tertawa].
Desain Anya hampir sama dengan Ashe, hanya disederhanakan. Namanya juga hanya kombinasi Misha dari manga selanjutnya yang saya gambar, Ishi ni Usubeni, Tetsu ni Hoshi.
Saya menyukai Ashe dan Misha, jadi saya berpikir, “Ayo gabungkan kedua nama itu” [tertawa].
Omong-omong, desain anting-anting Ashe telah digunakan kembali untuk Yor.
Lin: Kadang-kadang dikatakan bahwa “Desain Anya didasarkan pada Ashe”, dan memang benar bahwa desain adalah salah satu aspek yang mirip.
Kalau dipikir-pikir, Rengoku no Ashe adalah manga yang pantas dibaca, karena Anda bisa melihat Anya di masa remajanya, atau ketika dia menunjukkan ekspresi tegang yang tidak akan pernah dilakukan Anya [tertawa].
Inspirasi Rengoku no Ashe untuk SPY×FAMILY
Endo: Protagonis laki-laki [tertawa]. Saya kembali mengingat-ingat manga (Rengoku no Ashe) untuk mengatakan apakah saya bisa menemukan (hal yang menjadi inspirasi) yang lain, tapi… tidak ada yang benar-benar menjadi inspirasi.
Perubahan gaya penulisan
Endo: Semua sentuhan akhir dan beberapa latar belakang di SPY×FAMILY digambar dengan proses digital. Karakter digambar dengan proses analog, tetapi koreksi kecil dilakukan secara digital. Pewarnaan (manga saya) dilakukan secara digital sejak awal pembuatan Rengoku no Ashe.
Hal lain yang berubah adalah keseimbangan artistik manga. Setelah mempelajari manga dari seniman manga lain ketika saya menjadi asisten, saya menyadari bahwa naskah saya terlalu rumit dan sulit untuk dibaca.
Berkaitan dengan mood saya, saya beralih dari pola pikir kaku bahwa “Saya harus membuat pekerjaan saya 100% sempurna” ke pola pikir yang lebih santai bahwa “Saya hanya akan menggambar apa yang bisa saya gambar”.
Lin: SPY×FAMILY tidak memiliki setting atau atmosfer yang terlalu berat, dan itulah yang membuat komedinya begitu menghibur dan dinamis.
Endo: Saya suka memasukkan banyak detail ke dalam pekerjaan saya, tapi saya tahu itu bukan ide yang bagus. Itu sebabnya saya tidak memasukkan detail untuk SPY×FAMILY sama sekali, tetapi saya malah menemukan ide-ide yang muncul bersamaan dengan saat saya berkarya.
Komentar pada ilustrasi berwarna yang baru saja digambar
Endo: Saya ingin mengatakan bahwa merupakan hal yang menyenangkan untuk menggambar Ashe setelah waktu yang lama, tapi setelah saya pikir-pikir tidak demikian, karena desainnya hampir sama dengan Anya.