Menyebar foto atau video korban kecelakaan atau bencana alam menjadi fenomena yang akhir-akhir ini marak di media sosial. Sebenarnya, setiap kali ada musibah besar, entah itu kecelakaan atau bencana alam, peringatan agar jangan menyebarkan atau memposting foto atau video korban di media sosial selalu digaungkan. Namun, masih banyak yang tidak menghiraukan. Tetap saja terulang kejadian yang sama yaitu foto atau video korban musibah diunggah di media sosial tanpa sensor sama sekali.
Dilihat dari norma sosial secara umum, menyebar foto atau video korban musibah tanpa sensor tentu sangat tidak pantas dilakukan. Hal tersebut selain merugikan korban dan keluarganya juga bisa merugikan orang lain. Menyebar foto atau video korban musibah tak ubahnya menyebar privasi orang lain agar menjadi konsumsi publik.
Sebagai muslim tentu harus lebih berhati-hati lagi karena Islam dengan sifatnya yang universal tentu mengatur segala hal dalam kehidupan ini. Menyebarkan foto atau video korban musibah berkaitan erat dengan privasi atau bahkan kehormatan seseorang . Islam sangat menghargai privasi dan kehormatan seorang muslim, lho.
Berikut adalah dalil-dalil yang sebaiknya kita pahami agar kita tidak mudah menyebar foto atau video korban musibah dan menjadinya sebagai konsumsi publik karena hal-hal yang harus kita jaga dari korban musibah, seperti privasi dan kehormatan.
1. Hadist tentang kehormatan dan privasi seorang muslim
“Sesungguhnya darah kalian, harta benda kalian dan kehormatan kalian adalah haram (terpelihara) antara sesama kalian sebagaimana keharaman hari ini, bulan ini, dan negeri ini. Dan hendaknya Yang hadir menyarnpaikan kepada yang tidak hadir…” (HR Bukhari dan Muslim).
Jelas sekali tergambar dalam haidst ini bahawa Islam sangat menjaga kehormatan dan privasi seorang muslim. Hadist ini menunjukkan bahwa kehormatan seorang muslim terpelihara sebagaimana keagungan hari Arafah, sebagaimana haramnya berperang di bulan Dzulhijjah dan sebagaimana haramnya berperang di negeri Mekkah.
Anas bermain dengan dua laki-laki, Rasulullah datang dan mengucap salam kepada mereka, lalu Rasulullah mengutus Anas untuk sebuah kebutuhan, maka dari itu Anas terlambat menghampiri ibunya. Setelah sampai, ibunya bertanya: apakah yang menahanmu? Anas menjawab: Rasulullah mengutusku untuk sebuah kebutuhan, sang ibu pun bertanya: apakah kebutuhannya? Anas menjawab: hal itu adalah rahasia, ibunya pun berkata: janganlah kau memberitakan rahasia Rasulullah kepada seorangpun! (H.R. Muslim)
Surat Annur ayat 27, yang artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.
Hadist dan ayat Alqur’an di atas sangat jelas menginformasikan kepada kita bahwa Islam menghormati dan menjaga privasi umatnya. Banyak sekali dalil yang menunjukkan kepada kita bahwa seseorang mempunyai privasi yang harus kita jaga dan hormati, seperti dalam adab bertamu. Mulai dari mengetuk pintu tidak boleh tepat di depan pintu sampai tidak boleh mengintip ke dalam rumah.
Berangkat dari Hadist dan ayat Alqur’an di atas jelas sekali bahwa menyebar foto korban musibah dan menjadikannya sebagai konsumsi publik adalah perbuatan yang tidak dibenarkan karena artinya ia telah mengumbar privasi dan tidak menjaga kehormatan orang lain.
2. Menutup aib seorang muslim
“Barang siapa menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aib orang tersebut di dunia dan akhirat” (HR Ibnu Majah).
Saat menyebar foto atau video korban musibah ke ruang publik terkadang aib korban begitu tampak, seperti aurat yang terbuka atau kondisi fisik yang sudah tidak enak dipandang. Artinya kita sedang menyebarkan aib saudara kita sendiri ke ruang publik. Bila mau merenung sejenak, memposisikan diri kita sebagai korban musibah tersebut, tentu kita tidak rela bila foto atau video yang menampakkan aib kita tersebar di ruang publik. Kalau diri kita saja tidak rela lalu mengapa jari kita begitu enteng menyebarkan foto orang lain yang dalam kondisi tidak baik? Hal ini tentu menjadi suatu keharusan untuk direnungkan.
3. Muslim laksana satu tubuh
”Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR Bukhari dan Muslim).
Idealnya muslimin laksana satu tubuh, bila satu anggota tubuh sakit, anggota tubuh lainnya ikut merasakan sakit. Sudah seharusnya hal ini diaplikasikan dalam kehidupan nyata, terutama bila saudara kita sedang menjadi korban sebuah musibah. Kita seharusnya merasakan sakit dan deritanya. Menyebarkan foto atau video korban sebuah musibah bukanlah tindakan ideal seorang muslim tetapi justru bertentangan dengan hadist di atas.
4. Menimbulkan trauma dan kecemasan bagi orang lain
“Tidak boleh melakukan perbuatan yang bisa membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain.” (HR Ibnu Majah,)
Selain merugikan pihak yang menjadi korban, penyebaran foto atau video korban sebuah musibah juga merugikan orang lain, seperti keluarganya. Keluarga mana yang tidak sedih bila foto yang tidak layak dari salah satu keluarganya yang menjadi konsumsi publik? Selain itu, banyak pakar kesehatan mengatakan bahwa foto atau video korban sebuah musibah yang tersebar di ruang publik dapat menimbulkan trauma dan kecemasan bagi yang melihatnya.
Dengan demikian, menyebar foto atau video korban sebuah musibah lebih banyak menimbulkan dampak negatif. Seorang muslim tentu harus menimbang baik dan buruknya sebuah perbuatan yang akan dilakukan. Bila ternyata hanya berdampak pada keburukan, jangan pernah dilakukan.