Film yang selalu mengena di hati meskipun ditonton berkali-kali. Capernaum adalah film drama dari Lebanon yang rilis pada 20 September 2018. Disutradarai dan ditulis oleh Nadine Labaki. Meskipun di 2020 ini, film tersebut sudah dua tahun berlalu. Namun saat ditonton ulang tetap menjadi film yang menyayat hati dan memiliki banyak makna.
Zain adalah salah satu pemeran dalam film tersebut. Seorang anak laki-laki yang tidak mengetahui berapa usianya. Hanya perkiraan dari petugas ia telah berusia 12 tahun. Menjadi tahanan sel dan di sidang berikutnya ia sebagai penuntut. Zain menuntut kepada orang tuanya karena telah melahirkan dirinya ke dunia.
Zain sebagai anak yang cerdas. Harus hidup di lingkungan yang sangat tidak kondusif bagi anak-anak. Ia tinggal di rumah dan lingkungan sangat kumuh. Hidup bersama kakak-adiknya dan kedua orang tua. Masa kecil yang seharusnya bisa dinikmati untuk sekolah dan bermain, tetapi harus diganti kerja keras demi membantu ekonomi keluarganya.
Pada salah satu adegan, Zain kabur dari rumah. Disebabkan salah satu adik perempuannya yang sangat disayangi harus dilepaskan kepada laki-laki dewasa untuk dijual. Zain seringkali menyampaikan kebencian pada adik perempuannya itu tentang laki-laki yang akan memilikinya.
Adik Zain yang masih sangat kecil dan belum memiliki pemahaman banyak tentang pernikahan. Harus dipaksa oleh kedua orang tuanya menikah dan dijual kepada laki-laki dewasa pemiliki toko yang menjadi tempat kerja Zain. Demi mendapat imbalan, keluarga Zain tidak memikirkan risiko besar yang akan terjadi pada anaknya.
Aksinya yang gagal membawa sang adik untuk kabur dari paksaan pernikahan tersebut, Zain pun kabur dari rumah. Hidup seorang diri di jalanan dengan kondisi tubuh yang lusuh. Bertemu dengan perempuan Ethiopia. Perempuan tersebut adalah Rahil, nama dalam adegan film tersebut. Rahil merupakan pekerja tanpa surat-surat resmi yang merawat anaknya Yonas dan menghindari deportasi.
Film ini memiliki makna mendalam bagi para orang tua. Bahwa memiliki anak adalah tanggung jawab besar. Anak-anak yang seharusnya mendapatkan pelukan hangat dari orang tua, senyuman manis dan kata-kata indah, kesempatan sekolah serta bermain. Namun tidak dengan Zain. Kondisi orang tuanya yang serba kekurangan dan memiliki banyak anak, membuat hilangnya hak anak yang seharusnya didapat.
Zain terpaksa oleh lingkungan. Saat melihat teman-teman sebayanya sekolah membawa tas dan buku, ia hanya bisa memandang sambil membawa tabung-tabung gas untuk diantar ke pemesan. Saat bertemu dengan Rahil, ia mulai mendapatkan sedikit perlindungan yang seharusnya diperoleh dari orang tuanya. Zain harus merawat anak kecil bernama Yonas saat ibunya (Rahil) harus bekerja.
Peristiwa tidak terduga terjadi kembali kepada Zain. Rahil yang pamit keluar hanya sebentar ternyata tidak kembali lagi karena tertangkap oleh pihak kepolisian. Zain yang tidak mengetahui hal tersebut harus merawat Yonas seorang diri. Mencari cara dengan akal cerdasnya untuk melindungi anak tersebut dari kelaparan dan rasa haus.
Ketika anak 12 tahun ini sudah mulai lelah dengan deritanya, ia ingin pergi ke tempat lain yang lebih aman untuk anak-anak. Ia pun pulang ke rumah mencari dokumen-dokumen dirinya digunakan sebagai syarat bisa pergi ke Negara tujuannya. Namun hal menyakitkan diketahui olehnya saat pulang ke rumah. Adik perempuan yang ia sayangi meninggal dunia setelah menikah dengan laki-laki dewasa yang tidak disukai oleh Zain. Ia pun pergi ke laki-laki itu sambil membawa sebuah pisau. Aksi Zain kepada laki-laki itulah yang menyebabkan ia harus masuk ke dalam sel penjara.
Film ini mengingatkan kepada kita semua sebagai orang tua. Dalam kondisi apapun, terutama persoalan ekonomi, bukanlah menjadi alasan untuk abai kepada anak-anak kita. Apalagi sampai menjual anak dengan alasan tidak bisa membiayai dan berharap anaknya akan lebih terjaga. Tentu saja ini menjadi kesalahan besar bagi orang tua.
Orang tua perlu memprogram kehamilan jika dirasa dirinya belum mampu memiliki anak dalam jumlah banyak dengan rentang usia berdekatan. Pasangan suami istri tidak sekadar mementingkan kebutuhan biologisnya saja, tetapi juga harus mementingkan kondisi fisik maupun emosional anak.
Mungkin anak tidak mengetahui kenapa ia dilahirkan di dunia ini? Kenapa ia mendapat perlakuan kasar dari orang tua? Seperti Zain dalam film ini. Hingga pada kesempatannya, anak menyuarakan isi hati mereka yang terluka. Anak fitrahnya adalah baik. Menjadi seperti apa mereka, adalah bagaimana lingkungan membentuknya.
Dalam sidangnya, Zain pun berkata sangat menyesal ia telah dilahirkan ke dunia ini dan berharap orang tuanya tidak memiliki anak lagi apabila sama saja cara mereka merawat dan melindungi anak-anaknya.
Film ini sangat cocok untuk dijadikan pelajaran dalam memiliki anak dan sebagai kehati-hatian supaya tidak terjadi kehamilan di luar nikah. Apabila hal itu terjadi, maka sangat kasihan anak jika orang tua melarikan diri. Anak sulit mendapat hal sipilnya.
Belajar dari Rahil. Meskipun ia hamil di luar nikah dan laki-lakinya kurang bertanggung jawab, tetapi dirinya sangat menyayangi dan melindungi anaknya yaitu Yonas. Yonas kecil yang beruntung masih mendapatkan rasa kasih sayang ibu meskipun kondisi ekonominya bisa dikatakan kacau. Berbeda dengan Zain yang sudah berbaur dengan lingkungan kondusif, haus kasih sayang orang tua dan harus bekerja di usia anak-anak. Semoga melalui film ini bisa menyadarkan banyak pihak untuk lebih peduli terhadap anak.