Apa yang anda bayangkan setelah mendengar kata “melting pot” dan “salad bowl”? Mungkin yang akan muncul dipikiran berupa macam-macam sayur, sambal, lele yang tersusun rapi dalam suatu piring menghasilkan masakan nasi pecel dengan lalapannya (yang diartikan sebagai salad bowl), dengan suatu mangkuk berisi kangkung, ayam, udang, garam, air dan lain-lain dalam suatu wajan lalu dimasak sehingga menghasilkan makanan berupa sayur kangkung spesial buatan ibu (yang diartikan sebagai melting pot).
Yang membedakan keduanya adalah adanya proses peleburan dari komponen yang satu dengan komponen lainnya pada melting pot, sedangkan pada salad bowl terdapat komponen-komponen yang utuh dan tidak terjadi proses peleburan pada salad bowl.
Perumpamaan inilah yang dapat kita lihat melalui kacamata budaya. Budaya Indonesia sendiri tidak berpihak pada salad bowl dan melting pot, karena jikalau memihak kepada salah satu model dapat menghilangkan arti dari multikulturalisme yang ada di Indonesia.
Mengapa demikian? Karena ada hal-hal yang tidak dapat diperjuangkan dengan mengusahakan kekuatan dari suatu kelompok masyarakat, walaupun hal tersebut dapat menjadi kebanggaan masyarakat yang memiliki latar kebudayaan yang sama (politik identitas). Tetapi ada juga sesuatu yang harus diikhtiarkan demi keselarasan (kebijakan pemerintah untuk keseimbangan bangsa dan negara).
“Pengertian konsep Salad Bowl adalah pengertian sebenarnya dari perbedaan yang ada untuk mewujudkan cita-cita hidup berkesinambungan dalam demokrasi. Demokrasi merupakan instrumen yang mempersatukan tekad, serta ambisi tiap manusia agar terbebas dari pemecah belah kesatuan bangsa “. — Dikutip dari Konsep Salad Bowl Dalam Membangun Demokrasi Di Amerika Serikat oleh Gary Purba.
“Menurut Ashworth et als (2007), politik identitas Indonesia termasuk mengarah pada model “wadah pelebur tipe kuno” (archetype melting pot). Artinya, Indonesia sedang mengalami pembentukan budaya yang berasal dari budaya lama, migrasi yang pernah terjadi , sehingga menjadikan perubahan identitas sebagai satu budaya baru. Namun, sebagaimana dikemukakan Ashworth et als (2007), keberagaman budaya (multikulturalisme) di Indonesia adalah akibat perjalanan panjang sejarahnya yang ditandai dengan gelombang-gelombang migrasi dan difusi budaya ke wilayah Nusantara. ” — Dikutip dari Konsep Salad Bowl Dalam Membangun Demokrasi Di Amerika Serikat oleh Gary Purba.
Seringkali melting pot dan salad bowl diartikan sebagai sesuatu hal yang serupa, begitu juga pada multikulturalisme. Tetapi apabila kita cermati, ketiganya memiliki makna yang berbeda. Multikulturalisme merupakan pilihan yang bijak dari entitas yang berlainan dan mengakomodasi pemikiran/ideologi. Tidak ada yang diberatkan atau dicondongkan pada konsepsi suatu negara. Melihat keadaan ini, sangatlah cocok diterapkan di negara yang dilewati oleh garis khatulistiwa ini dan memiliki lambang negara berupa Bendera Merah Putih.
Lalu siapa saja yang harus menerapkan multikulturalisme seutuhnya? Seluruh masyarakat Indonesia-lah yang patut melakukan gerakan tersebut. Demikian pula anak-anak muda yang menjadi pemegang peran bangsa dan negara di masa depan.
Meskipun hal tersebut tidak instan, tetapi dari hal-hal yang kita sadari akan keragaman Nusantara ini dapat membangkitkan pemahaman akan pentingnya arti cinta tanah air dan dapat mendobrak kemajuan, serta keseimbangan bangsa dan negara.