Bangkitnya musik dangdut ternyata berbuntut panjang. Walau menggunakan aransemen disko full DJ, tetapi bahan bakarnya ternyata banyak berasal tembang-tembang ambyar khas Lord Didi Kempot.
Alhasil akhirnya genre keroncong-dangdut-pop Jawa bangkit. Intinya Dalam tiga tahun terakhir komunitas Sobat Ambyar layak berpesta. Lagu-lagu patah hati yang menyayat nurani hasil perenungan mendalam Didi Kempot berhasil menggaet pasar baru, anak muda!
Jika sebuah genre mampu digandrungi anak muda, maka sejatinya bisa bertahan cukup lama. Turun gunungnya Didi Kempot dengan menggelar berbagai konser ternyata jauh lebih efektif untuk mendongkrak popularitas Keroncong PJawa tinimbang para biduan dangdut.
Dengan semboyan cendol dawet yang secara serampangan, brutal dan banal disematkan dalam lagu-lagu Om Didi, Keroncong Pop terkesan lebih lumer, walau tentu saja kita tak tahu bagaimana perasaan hati sang pencipta lagu mengetahui hasil karyanya dibongkar seperti itu.
Musik Indie sudah lebih dahulu bangkit, namun dengan definisi yang salah kaprah. Harusnya musik Indie adalah sebutan bagi jenis musik yang keluar dari jalur mainstream serta mengambil jalan sunyi rekaman secara independen.
Namun tak apalah, jika akhirnya musik-musik hasil karya seniman hebat semacam Danilla Riyadi yang selain merdu juga cakeup beut, Sisitipsi, Barasuara, Adhitia Sofyan dan tentu saja Jejeboy.
Jikalau Keroncong Pop Jawa sudah dan musik Indie juga sudah, lalu kapan genre Rock n Roll bangkit lagi?
Untuk diketahui, di pertengahan sejak 80an hingga awal 2000, Rock pernah merajai belantikan musik Indonesia.
Band-band cadas macam Boomerang, Jamrud, Power Slaves, Slank, Rif, PAS Band, Serius, Edane, dan Netral sukses menggelontorkan karya meraka yang keras namun asyik serta diterima publik secara luas.
Konser-konser musik rock juga rutin digelar serta selalu menyedot animo fans. Belum lagi banyaknya penyanyi berkarakter rock seperti Nicky Astria, Ahmad Albar, dan Ikang Fauwzi benar-benar membuat era itu sangat enak dinikmati para rockers tanah air.
Di era yang lebih modern, nampaknya hanya SID dan Endank Seokamti yang masih bisa sangat berkibar melanjutkan kesuksesan para rocker lainnya, walau dengan mengambil sub genre Punk.
Regenarasi yang terlambat telah berhasil menyeret genre rock menuju liang kubur dan susah untuk bangkit lagi.
Ini berbeda dengan genre pop terlebih dangdut yang selalu memiliki artis muda siap diorbitkan.
Tentu jarangnya band dan penyanyi pengusung musik rock tampil bukan berarti sudah tidak ada lagi penggemar musik keras itu di masyarakat.
Justru yang bisa dibaca, ada kerinduan besar di tengah masyarakat. Lihat saja bagaimana even semacam Soundrenaline 2019 yang salah duanya menampilkan band gaek Seringai bersama Jamrud, pemandangan jingkrak-jingkrak dan kehebohan benar-benar terasa.
Jikalau memang tidak ada lagi sosok Log Zhelebour yang di era lalu rutin menelorkan berbagai band dan artis rock, maka rocker generasi masa kini harus menciptakan peluang mereka sendiri.
Indonesia masih memiliki Marjinal Predator yang punya skill bermusik yang kritis. Juga masih ada Devildice, side project dari Jrx SID yang punya sederetan lagu bagus. Sosok Erik EST juga bisa menggantikan peran Log dalam mencari dan membantu mengorbitkan bibit-bibit pengusung genre rock.
Kita tentu berharap sajian musik berkelas dari berbagai genre. Bukan hanya musik yang itu-itu saja setiap kali pergi ke warung kopi, buka Youtube atau nonton tipi.
[zombify_post]